Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha secara resmi mengundurkan diri sebagai kepala pemerintahan militer pada Senin (15/7/2019). Pengunduran dirinya sekaligus mengakhiri pemerintahan junta militer yang menguasai Thailand selama 5 tahun sejak aksi kudeta pada 2014.
"Thailand sekarang sepenuhnya negara demokratis dengan sistem monarki konstitusional, beserta parlemen yang anggotanya dipilih rakyat," kata Prayuth, dilansir dari Reuters, Selasa (16/7/2019).
Mantan panglima militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 2014 itu mempertahankan posisinya sebagai perdana menteri dengan dukungan partai-partai pro-militer di parlemen dan majelis tinggi yang ditunjuk militer di bawah konstitusi. Hal itu dikritik telah menghambat demokrasi dan mengabadikan peran politik bagi militer.
Prayuth, dalam pidato yang disiarkan televisi, mengatakan aturan militer telah membawa kesuksesan di banyak daerah, dari memperbaiki masalah penangkapan ikan ilegal dan perdagangan manusia, hingga menyelamatkan 12 anak laki-laki dan pelatih sepak bola mereka terjebak di sebuah gua yang banjir tahun lalu.
Kini Prayuth menjanjikan akan mencabut kekuasaan militer dan akan mengembalikan fungsi demokrasi di negara itu.
"Semua masalah akan ditangani secara normal berdasarkan sistem demokrasi tanpa menggunakan kekuatan khusus," katanya.
Pekan lalu, terakhir kalinya Prayuth menggunakan kekuatan khusus itu untuk mengakhiri berbagai pembatasan pada media. Dia juga memindahkan kasus-kasus hukum sipil dari militer ke pengadilan sipil.
Sementara itu, pemerintah baru akan secara resmi mengambil alih kekuasaan setelah upacara pengambilan sumpah pada Selasa (16/7/2019).