Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Dow Jones melonjak hingga di atas 27.000 poin untuk pertama kalinya saat sesi penutupan perdagangan kemarin waktu setempat sekaligus menjadi rekor baru di tengah optimisme akan penurunan suku bunga Federal Reserve pada akhir bulan ini.
Tidak terpengaruh dengan kekhawatiran perang dagang, Indeks Rata-rata Industri blue-chip Dow Jones naik 227,88 poin (0,85 persen hingga mencapai 27.088,08.
Sedangkan S&P 500 berbasis luas ditutup naik 6,84 poin (0,23 persen) menjadi 2.999,91. Posisi tersebut juga merupakan rekor tersendiri meskipun di bawah angka 3.000 poin yang melampaui batas pada awal pekan ini seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Jumat (12/7/2019).
Sementara itu, Indeks Komposit Nasdaq yang kaya teknologi merosot 6,49 poin (0,08 persen) hingga 8.196,04.
Rekor tersebut--yang disebut-sebut di Twitter oleh Presiden AS Donald Trump tercapai ketika Gubernur The Fed Jerome Powell meyampaikan paparannya di depan Kongres yang menekankan risiko ekonomi sehingga perlu penurunan suku bunga.
Trump, yang telah berulang kali mengkritik Powell tentang kebijakan moneter, memuji perkembangan terbaru itu Twitter dengan mengatakan "Dow baru saja mencapai 27.000 untuk pertama kalinya dalam sejarah.”
Akan tetapi, rekor tertinggi itu muncul di tengah tanda-tanda baru perselisihan kebijakan perdagangan yang telah mengganggu investor selama setahun terakhir.
Trump juga menuduh China melakukan kemunduran pada janjinya baru-baru ini untuk membeli lebih banyak ekspor pertanian AS. Akan tetapi Trump berharap China akan segera melakukannya.
Harga saham perusahaan asuransi kesehatan UnitedHealth Group melonjak 5,5 persen dan CVS Health naik 4,7 persen setelah pemerintahan Trump melancarkan rencana untuk mengekang rabat obat yang ditawarkan oleh perusahaan farmasi kepada para perantara.
Tetapi, saham raksasa farmasi Merck dan Pfizer merosot 4,5 persen hingga 2,5 persen, karena langkah itu masih membuat mereka rentan terhadap tindakan untuk mengurangi harga obat.
Saham Delta Air Lines naik 1,2 persen setelah melaporkan kenaikan laba kuartal kedua hampir 40 persen menjadi US$1,4 miliar akibat tingginya permintaan layanan penerbangan.
Perusahaan itu juga diuntungkan dari melemahnya citra Boeing 737 MAX yang telah di-ground setelah dua kali mengalami kecelakaan dan Delta tak punya pesawat sejenis.