Kabar24.com, JAKARTA — Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat 990 kasus pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) selama Januari 2018—Maret 2019 yang mayoritas terjadi di tingkat pegawai pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
“Pelanggaran netralitas terbanyak dilakukan melalui media sosial, mulai dari menyebarluaskan gambar, memberikan dukungan, berkomentar, sampai mengunggah foto untuk menyatakan keberpihakan terhadap pasangan calon [paslon] tertentu,” ujar Kepala Biro Humas BKN, Mohammad Ridwan, melalui siaran pers, Jumat (5/6/2019).
Selain aktivitas medsos, katanya pelanggaran netralitas yang diterima juga berupa bentuk dukungan secara langsung.
Menindaklanjuti penyelesaian kasus netralitas tersebut, BKN melalui Kedeputian Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian (Wasdalpeg) mengajak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk berkolaborasi menuntaskan kasus netralitas ASN pasca pemilihan umum.
“Kelima institusi ini akan bekerja sama merekapitulasi laporan netralitas ASN dan mengambil langkah penindakan terhadap ASN yang terbukti melanggar,” katanya.
Mengawali kerja sama tersebut, BKN mengundang seluruh instansi pemerintah daerah untuk melakukan sinkronisasi data pelanggaran netralitas antara laporan yang diterima oleh BKN dengan data pelanggaran yang dimiliki instansi masing-masing, khususnya pada aspek kesesuaian dengan database kepegawaian yang dikelola BKN.
Rekapitulasi data pelanggaran netralitas ini berlangsung sejak 4 Juli 2019 hingga minggu kedua bulan Juli di Kantor Pusat BKN Jakarta.
Sebelumnya BKN sudah melakukan sinkronisasi data pelanggaran dengan KemenPANRB, Kemendagri, KASN, dan Bawaslu melalui sistem SIPENETRAL yang diluncurkan BKN untuk mempermudah sinergi kelima institusi.
Kasus netralitas ASN merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah 53 tahun 2010 Pasal 4. Tingkat sanksi yang dikenakan mulai dari pemberian hukuman disiplin sedang sampai hukuman disiplin berat.
Secara terperinci dalam Pasal 7 angka (3) dan (4) disebutkan bahwa penjatuhan hukuman disiplin sedang dilakukan melalui penundaan kenaikan pangkat (KP) selama satu tahun, penundaan kenaikan gaji berkala, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Sementara itu untuk hukuman disiplin berat dilakukan melalui pembebasan jabatan, penurunan pangkat selama tiga tahun, sampai dengan pemberhentian.