Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menjawab Amanat, Menghalau Prahara

Soliditas dalam berbangsa harus dimulai dalam menatap lembaran baru berdemokrasi. Energi konstruktif diperlukan untuk menjawab tantangan nasional maupun global.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019)./ANTARA FOTO-Hafidz Mubarak
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019)./ANTARA FOTO-Hafidz Mubarak

Bisnis.com, JAKARTA— Ketika memasuki 2019, sikap harap-harap cemas bangsa ini tak dapat disembunyikan.

Wajar saja, pasalnya gelaran pemilihan presiden sudah di depan mata, tepatnya 22 April lalu. Namun semua proses dapat dilalui dengan baik meski ada cukup banyak riak disana-sini.

Bahkan Mahkamah Konstitusi pun harus bersidang untuk memutuskan sengketa pemilu. Hasilnya sudah sama-sama kita ketahui.

Mari kita membuka lembaran baru dalam berdemokrasi untuk menjawab tantangan aktual dalam berbangsa.

Harapan yang tinggi juga ditumpukan terhadap semua elemen negeri ini agar kinerjanya makin kuat. Silang sengketa yang menguras energi kita tutup saja. Saatnya menunjukkan kinerja sesuai amanat rakyat.

Belajar dari berbagai kelemahan masa lalu untuk menatap masa depan yang lebih menjanjikan.

Dalam konteks yang lebih luas, sebut saja mengenai pergaulan Indonesia di pentas dunia, wajah ekonomi global belum terlalu menggembirakan di tengah harapan terwujudnya kerja sama multilateral yang lebih mesra dan intens di berbagai bidang.

Pasalnya, tensi perang dagang antara AS dan China belum mengendur. Tidak seperti perang fisik antar dua negara yang melibatkan pasukan dan mesin perang, PBB sebagai badan dunia tertinggi dapat mengeluarkan resolusi untuk menghentikan perang atau konflik.

Dalam hal perang dagang antara AS dan China, badan dunia mana yang dapat 'menjinakannya'? PBB, WTO, lobi Yahudi, lobi taipan atau apa?

Muncul pula ketegangan baru antara Iran dan AS. Diplomasi konstruktif ala Indonesia kembali diuji untuk membuat dunia menjadi lebih sejuk dan damai.

Itulah pentingnya komitmen bersama untuk mewujudkan kemitraan multilateral yang kuat. Bagaimanapun juga, kemitraan global, termasuk yang melibatkan Indonesia, tentu akan kokoh, efektif, bermanfaat dan berjangkauan luas bila dua raksasa ekonomi dunia (AS dan China) juga memperlihatkan langkah nyata bahwa perang dagang pada akhirnya tidak akan menguntungkan siapapun, termasuk sang pemenang kalaupun ada.

Segala tensi yang mengarah pada peperangan memang harus dicegah. Perang dagang sudah menjadi pekerjaan rumah dunia. Selanjutnya, Iran-AS harus dibuat berdamai.

Jangan lagi menyulut genderang perang seperti pendahulu Presiden Trump, George W. Bush yang pernah menggegerkan dunia dengan ucapannya, "with us or against us" pasca serangan terhadap gedung WTC New York pada 11 September 2001.

Dunia makin runyam. AS dan sekutunya menjadi pemburu 'teroris dunia'. Dan Bush seolah tampil sebagai pemenang saat berpidato dua tahun berselang diatas kapal induk USS Abraham Lincoln dengan mengatakan, “mission accomplished."

Trump memang telah bertitah 'Make America Great Again'. Namun apa jadinya bila orang nomor satu di Gedung Putih itu besok, lusa atau pekan depan mengucapkan kata-kata yang senada dengan pendahulunya?

Pada 2009, China sepertinya sudah siap-siap menghadapi ketidakpastian. "Sekarang, dengan pasar bebas yang telah gagal, apa yang menurut Anda peran yang tepat bagi negara dalam perekonomian?" ujar Wakil Menteri Luar Negeri He Yafei dalam sebuah diskusi di Konsulat China di Manhattan, New York yang dihadiri sejumlah ekonom dari Citigroup dan Goldman Sachs serta cendikiawan.

Ian Bremmer, penulis buku The End of The Free Market: Who Wins the War Between States and Corporations? yang ikut hadir, terhenyak. Seperti dikatakan Bremmer kemudian, ketidakmampuan untuk bersepakat tentang bagaimana seharusnya negara berperan dalam mekanisme pasar akan mengubah cara hidup kita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Inria Zulfikar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper