Kabar24.com, JAKARTA — PT Duta Anggada Realty Tbk. menang dalam gugatan wanprestasi yang diajukan PT Kereta Api Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Pengadilan dalam amar putusannya menolak tuntutan gugatan PT KAI, pada 16 Januari 2019 terkait dengan sengketa objek hukum alih lahan seluas 64.277 meter persegi di Kampung Bandan. Lokasi tersebut, sekaligus masuk pembangunan Depo Mass Rapid Transit (MRT) fase II.
Tidak puas atas putusan pengadilan, perusahaan milik negara tersebut bersikap pantang menyerah dengan melayangkan keberatannya di tingkat banding atas putusan perkara tingkat pertama itu dengan No. 292/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr.
"[Duta Anggada Realty menang] Iya. Gugatan PT KAI di PN Jakarta Utara, sekarang proses banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan belum diputuskan, terima kasih," kata kuasa hukum emiten berkode DART Erwin Kallo kepada Bisnis, Senin (24/6/2019).
Majelis hakim diketuai Ronald Salnofri Bya menyebutkan, mengadili dalam pokok perkara bahwa gugatan dari PT KAI tidak dapat diterima atau Niet Onvankelijke Verklraad (NO).
Selain itu, hakim menilai gugatan dari PT KAI prematur. Dengan kekalahan itu membuat PT KAI harus membayar perkara kepada pengadilan.
Tak berselang lama, PT KAI mengajukan permohonan banding pada 29 Januari 2019. DART juga telah mengajukan kontra banding atas memori banding dari PT KAI.
Senior Manager Humas Daop 1 Jakarta Edy Kuswoyo enggan berkomentar lebih banyak terhadap perkara banding tersebut.
"Progressnya masih di Pengadilan Tinggi, proses banding," kata Edy melalui pesan singkat kepada Bisnis.
Sengketa hukum antara PT KAI dan DART bermula ketika PT KAI menggugat DART di PN Jakarta Utara dengan tuntutan supaya pengadilan memerintahkan dalam putusannya agar DART mengosongkan dan menyerahkan seluruh aset milik penggugat berupa tanah dan bangunan di Kampung Bandan Ancol (Pademangan) Jakarta Utara tanpa syarat dan beban.
Pengadilan diminta dalam putusannya supaya sertifikat Hak Pengelolaan No. 10 Desa Ancol seluas 4.277 meter persegi dalam surat ukur No. 09.02.00.01.00086/1998 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara pada 5 Januari 2000 adalah milik PT KAI atau penggugat.
Sebagai tuntutan ganti rugi pembayaran, PT KAI menuntut Rp820,61 miliar dan uang paksa (dwangsoom) setiap hari atas keterlambatan penyerahan lahan atau tanah milik yang diklaim milik penggugat sebesarRp100 juta.
Namun, gugatan dari PT KAI mendapat perlawanan dari DART. Erwin Kallo mengatakan, gugatan dari PT KAI tidak berdasar secara hukum karena meminta pemutusan perjanjian atas pemanfaatan lahan berdasarkan perjanjian No. 227/HK/TEK/1994 Jo. No. 347/HK/TEK/1997, pada 29 Desember 1997.
Saat itu Erwin mengatakan, PT KAI menghormati perjanjian yang sudah disepakati dan ditandatangani bersama antar kedua belah pihak.
Justru, menurutnya, KAI yang melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama terkait tanah Hak Guna Bangunan (HGB) No. 161/Mangga Dua Utara pada 1977 di atas Hak Pengelolaan Lain (HPL) kepunyaan PT KAI.
Di dalam perjanjian, kata dia, PT KAI berkenan agar lahan yang berlokasi di Kampung Bandan seluas 64.277 meter persegi itu bisa dimanfaatkan DART untuk rumah susun, pertokoan dan area komersial lainnya.
Namun dalam perjalanan waktu, setelah selesai membebaskan lahan, kliennya terhambat tidak bisa memanfaatkan lahan tersebut karena harus memegang surat rekomendasi dari PT KAI sebagai syarat memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin lainnya dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta.
“Yang membeli lahan itu kami, jadi kami sudah kirim berkas ke PTSP [DKI Jakarta] tetapi PTSP menolak surat permohonan izin dari kami karena belum mengantongi surat rekomendasi dari PT KAI. Rekomendasi itu ada prasyarat untuk pembangunan,” kata dia.