Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengketa Pilpres 2019 : Pakar Pidana Bicara TSM, Mahfud MD Nilai Pas

Pembuktian dalil kecurangan pemilihan umum secara terstruktur dan sistematis harus dibarengi dengan skala masifnya kecurangan sehingga memenuhi pelangggaran terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM.
Sidang MK/Antara
Sidang MK/Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Pembuktian dalil kecurangan pemilihan umum secara terstruktur dan sistematis harus dibarengi dengan skala masifnya kecurangan sehingga memenuhi pelangggaran terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Eddy O.S. Hiariej menjelaskan bahwa terminologi TSM dikenal dalam hukum pidana internasional seperti genosida dan kejahatan perang.

Terstruktur, kata dia, menandakan kejahatan terorganisasi; sistematis dilakukan secara rapi; dan masif menandakan skala penyebaran kejahatan yang luas.

Eddy menambahkan bahwa UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengadopsi pelanggaran TSM dalam pemilu yang serupa dengan kejahatan internasional. Bahkan, kata dia, skala masif dimaknai harus mempengaruhi hasil pemilu minimal sebanyak 50%.

“Bahwa terstruktur, sistematis, dan masif itu satu kesatuan, tak boleh dipisahkan,” ujarnya saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Jakarta, Jumat (21/6/2019).

Eddy mengaku telah mempelajari permohonan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno di Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendalilkan kecurangan TSM dalam Pilpres 2019. Sayangnya, menurut dia, pemohon tidak menunjukkan hubungan kasualitas antara tiap unsur.

“Dalil hanya menghubung-hubungkan satu sama lain atas dasar persangkaan. Sayangnya, persangkaan bukan alat bukti di MK,” ujarnya.

Pria Maluku ini tidak menampik bahwa pelanggaran TSM bisa dijadikan dalil dalam sengketa hasil pemilu. Namun, dalil tersebut harus tetap diperkuat dengan bukti-bukti sehingga TSM mempengaruhi perolehan suara.

“Seberapa signifikan sebenarnya TSM terhadap selisih suara? Sayangnya, itu tak diungkap dalam dalil pemohon,” tuturnya.

Dalam sidang, Eddy memberikan keterangan sebagai ahli yang didatangkan pihak terkait pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam sidang pemeriksaan perkara sengketa hasil Pilpres 2019.

Dia memberikan keterangan setelah dua saksi yakni Chandra Irawan dan Anas Asikin. Setelah Eddy, giliran ahli Heru Widodo yang memberikan keterangan.

Sebagai pengajar hukum pidana, Eddy mengaku mendalami praktik TSM dalam hukum pidana internasional. Bahkan, mantan Ketua MK Mahfud M.D. menilai Eddy tepat untuk memberikan keterangan di sidang perkara sengketa hasil Pilpres 2019.

“Tadi malam Prof Mahfud telepon, tanya saya mau terangkan apa. Ketika saya bilang bicara soal TSM, beliau katakan saya punya kapasitas,” tuturnya.

Sidang pemeriksaan Perkara No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019 hari ini adalah kali ketiga untuk memeriksa saksi dan ahli pihak-pihak yang berperkara.

Pemohon Prabowo-Sandi mendapatkan kesempatan perdana pada Rabu (19/6/2019) dengan mengajukan 14 saksi dan dua ahli, dilanjutkan termohon KPU pada Kamis (20/6/2019) yang hanya mengajukan satu ahli.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper