Kabar24.com, JAKARTA — Penetapan tersangka terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim dianggap sebagai perbuatan sewenang-wenang karena tidak ada proses awal awal yang mendasari penetapan status itu.
Kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail mengatakan bahwa penetapa tersangka dan pemanggilan untuk diperiksa terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim memosisikan bahwa telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana dipersangkakan, tanpa proses sebelumnya.
Faktanya, kata dia, Sjamsul dan istrinya belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka seperti yang diwajibkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, sikap pimpinan dan juru bicara KPK tersebut tidak proporsional dan menyesatkan. Pasalnya penyelesaian kewajiban BLBI BDNI oleh Sjamusl didasarkan pada perjanjian keperdataan (MSAA) yang dibuat antara pemerintah dengan Sjamsul, sudah selesai.
Selain itu, tuturnya, pendekatan penyelesaian kasus SKL BLBI merupakan ranah keperdataan, bukan pidana.
“Ini bukti bahwa KPK tidak menghargai hukum dan proses hukum,” ujar Maqdir dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/6/2019).
Maqdir juga meminta agar KPK transparan dalam menunjukkan dan membuktikan Sjamsul dan istri melakukan kerugian negara dalam kasus BLBI BDNI demi kepentingan hukum. KPK harus membuktikan Sjamsul telah melakukan misrepresentasi atas hutang petambak berdasarkan putusan pengadilan perdata.
Pasalnya, penyelesaian BLBI BDNI dilakukan dengan mekanisme keperdataan melalui pembuatan Perjanjian MSAA.
Kemudian, sambung Maqdir, KPK harus mengonfirmasi pemerintah untuk mengambil langkah hukum terhadap SN sehubungan dengan penyelesaian BLBI berdasarkan MSAA dan Instruksi Presiden No. 8/2002.
Selain Inpres itu, keterangan pemerintah di DPR pada 2008, serta jaminan pemerintah dalam release and discharge sudah menyatakan kalau pemerintah tidak akan melakukan atau menuntut segala tindakan hukum atau melaksanakan segala hak hukum yang mungkin dimiliki pemerintah terhadap SN sehubungan dengan penyelesaian BLBI berdasarkan MSAA.
"KPK pun juga harus membuktikan bahwa timbulnya keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun akibat ditandatanganinya MSAA oleh pemerintah dan SN. Padahal, pemerintah tidak pernah menyatakan bahwa SN belum melaksanakan seluruh kewajibannya sesuai dengan MSAA., jelasnya.