Kabar24.com, JAKARTA — Mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan penjara terkait dengan kasus korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.
Meski dijatuhi vonis, keputusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menyidangkan kasus Karen Agustiawan tidak bulat.
Ada satu hakim yakni Anwar yang menyatakan berbeda pendapat atau dissenting opinion bahwa Karen Agustiawan tidak bersalah dalam kasus korupsi Blok BMG di Australia itu.
Vonis yang dijatuhkan terhadap Karen Agustiawan lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara.
Hakim Emilia Djadja Subagdja menyatakan Karen Agustiawan terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama dalam sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/6/2019).
Seperti diketahui, kasus tersebut terjadi pada 2009 saat Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd. untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
Akibat akuisisi itu Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte. Ltd. rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010 Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$26 juta atau setara Rp568 miliar.
Sebelum menjalani sidang vonis, Karen menyatakan bahwa keputusan yang diambil olehnya sehingga berdampak kasus hukum seperti sekarang ini, bukan hanya mempengaruhi dirinya sendiri tapi juga kondisi investasi di Indonesia.
"Ini bukan seorang Karen Agustiawan. Ini ujungnya bahkan ke Pertamina, BUMN, investasi untuk Indonesia. Jangan sampai investasi Pertamina ujungnya 'di-karen-kan setelah 5 tahun lagi. Sekarang kata 'dikarenkan' lagi 'ngehits' di Pertamina," ungkap Karen.
Karen menyakini keputusan yang diambil saat memimpin Pertamina semata-mata untuk kebaikan perusahaan BUMN itu.
Dia menegaskan tidak ada kepentingan tersembunyi dan niat jahat di balik keputusan investasi yang telah diambil. (Antara)