Bisnis.com, MANADO—Para pemimpin ekonomi anggota G20 diprediksi tak akan mengeluarkan pernyataan resmi untuk menghindari proteksionisme di tengah masih tingginya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
G20 yang terdiri atas Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 20 kekuatan ekonomi terbesar di dunia, termasuk Indonesia, akan bertemu pada akhir akhir pekan ini di Fukuoka, Jepang untuk membahas persoalan ekonomi global.
Dikutip dari Reuters, seorang narasumber yang mengetahui susunan draf pernyataan resmi G20 besok mengatakan bahwa kemungkinan besar G20 akan mengingkari janji untuk menghindari praktik proteksionisme dalam perdagangan global.
“Untuk perdagangan, pernyataan yang akan disampaikan akan mengingatkan kita pada pernyataan resmi sebelumnya,” katanya dikutip dari Reuters, Sabtu (8/6/2019).
Atas desakan pemerintahan Trump, G20 mengganti kalimat standar ‘untuk menghindari setiap praktik proteksionisme’. Kalimat standar itu sekarang diubah menjadi ‘untuk meningkatkan kontribusi perdagangan terhadap ekonomi’.
Seorang narasumber lainnya mengatakan bahwa kemungkinan besar, frasa tersebut masih akan digunakan dalam pernyataan terbaru dari G20.
Sementara itu, narasumber pertama menjelaskan bahwa perang dagang antara China dan AS telah berimbas kepada area diskusi yang lebih luas di G20. Kondisi ini, lanjutnya, membuat penyusunan draf untuk pernyataan bersama dari seluruh anggota menjadi runyam.
“Jika kita terus mengikuti hal ini [perang dagang], kita berisiko akan menghambat G20,” tuturnya.
Adapun, janji G20 untuk tidak menggunakan devaluasi kompetitif untuk mendulang keuntungan dalam perdagangan internasional masih akan berlaku. Sementara itu, pernyataan terkait valuta asing disebutkan masih belum rampung.
Pemerintah China telah mengingatkan kepada pelaku usaha dan korporasi asal negara tersebut untuk menghindari bisnis di AS. China khawatir mereka akan mdenapatkan perlakuan tidak adil dari pemerintah Negeri Paman Sam.
Di sisi lain, China juga masih terus menampik tuduhan AS yang terus menuduh mereka tidak berlaku adil dalam praktik perdagangan.
Hubungan kedua negara ini adidaya ekonomi ini terus merenggang dalam beberapa bulan terakhir akibat perang tarif. Hal ini juga diperparah dengan langkah AS yang memberikan sanksi kepada perusahaan raksasa teknologi China, Huawei.
Di luar persoalan ekonomi, AS juga semakin membuat China naik pitam dengan keberpihakannya di dunia politik internasional. Pemerintahan Trump mulai merapat ke Taiwan, negara yang bersengketa dengan China.
Pemimpin kedua negara, Donald Trump dan Xi Jinping dijadwalkan akan bertemu di sela-sela KTT G20 di Osaka pada akhir bulan ini. Keduanya akan berbicara untuk mencari solusi guna mengurangi tensi perang dagang di antara mereka. Namun, diperkirakan kecil kemungkinan keduanya dapat mencapai kesepakatan yang positif.