Bisnis.com, JAKARTA--Acuan MSCI untuk saham-saham negara berkembang tergerus 3,7% atau penurunan terburuk selama bulanan sejak Oktober 2018.
Tak hanya bagi saham, performa mata uang emerging market pun bahkan lebih buruk lagi dengan terus melemah selama lima pekan berturut-turut dan menghapus semua gain yang telah didapat sejak awal tahun.
Alejandro Cuadrado, Senior Strategis BBVA, menyampaikan tidak ada batas waktu untuk berkurangnya tekanan terhadap aset berisiko kali ini.
"Mata uang negara-negara emerging mulai murah, tapi permintaannya akan terbatas dengan ketidakpastian [perundingan dagang AS-China] dan fakta bahwa mata uang itu tidak perform," katanya di New York, seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (18/5/2019.
Cuadrado mengatakan, real Brazil tampaknya akan menjadi yang terburuk dalam jangka pendek bersama dengn peso Chile. Sementara peso Meksiko dan sol Peru berada di posisi outperform.
Adapun, maju-mundurnya negosiasi dagang antara AS dan China terus menjadi sentimen utama penggerak pasar karena investor masih mencermati perkembangan dari perundingan tersebut.
Nada perundingan yang mulai membaik pada akhir pekan lalu kembali memburuk dalam beberapa hari terakhir setelah Gedung Putih mengancam untuk melarang Huawei Technologies Co. membeli komponen esensial dari perusahaan AS. Pada Jumat (17/5/2019), media nasional China pun memberikan sinyal bahwa Negeri Panda tidak ada keinginan untuk melanjutkan perundingan dagang dengan AS.
"Kami tetap menilai risiko jangka pendek untuk emerging market mulai bergerak ke area negatif, dan risiko dari penambahan tarif yang diimplementasikan semakin meningkat," kata Tim Strategis Morgan Stanley yang dipimpin oleh James Lord.
Morgan Stanley memandang, komentar dari media nasional China tersebut memberikan gambaran bahwa peluang untuk AS dan China dapat melanjutkan perundingannya dalam waktu ini menjadi sangat tidak mungkin,
Sementara itu, Analis Bank of America Merrill Lynch Jane Brauer dan Lucas Martin menilai kini investor tidak terlalu berubah menjadi bearish karena sebagian besar percaya bahwa eskalasi tensi dagang baru-baru ini hanyalah taktik perundingan untuk mencapai kesepakatan.
"Kami menilai, spread emerging market tidak akan melebar terlalu besar sementara pasar masih menunggu hasil perundingan," tulis Brauer dan Martin dalam catatan.