Kabar24.com,JAKARTA — Produsen kendaraan Honda dan Yamaha berpotensi menghadapi gugatan class action pascaterbitnya putusan kasasi tentang kartel.
Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Indonesia (BPKN) Rizal Halim mengatakan bahwa apabila perilaku kartel yang dilakukan oleh PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) terbukti melanggar Undang-undang (UU) No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, para pelaku bisa membayar ganti rugi ke konsumen.
“Ganti rugi dihitung berdasarkan apa saja, kita lihat putusan KPPU seperti apa, ekses dari harga pokok produksi dan harga jual yang diduga dan sudah diputus oleh pengadilan berapa, dikalikan jumlah unit uyang terjual,” ujarnya seusai diskusi mengenai persaingan usaha dan perlindungan konsumen, Kamis (9/5/2019).
Dia melanjutkan, BPKN segera berkoordinasi dengan KPPU yang menangani persoalan kartel ini, untuk melakukan analisis ekses harga, konsentrasi pasar, durasi kartel dan jumlah unit yang terjual. Hasil dari kajian ini kemudian akan diumumkan kepada publik.
Berbekal kajian inilah, kata dia, publik dalam melakukan gugatan class action terhadap produsen sepeda motor merk Honda dan Yamaha tersebut. Gugatan ini, menurutnya, dapat dilakukan oleh berbagai lembaga swadaya yang fokus pada isu perlindungan konsumen.
“Karena itu, diskusi dan kajian BPKN dan KPPU menjadi penting untuk dijadikan pegangan publik dalam melakukan gugatan class action,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean mengungkapkan bahwa semua bukti-bukti yang diajukan oleh KPPU tidak dipatahkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.
Hal ini menandakan bahwa bukti-bukti seperti komunikasi melalui email, dan bukti-bukti ekonomi sah secara hukum.
Sebagaimana dilansir pada situs resmi MA, perkara dengan nomor register 217 K/Pdt.Sus-KPPU/2019 tersebut telah diputus oleh majelis hakim yang diketuai oleh Yakup Ginting dan didampingi oleh Ibrahim serta Zahrul Rabain, pada 23 April 2019.
Sebelumnya, Guntur Saragih, Juru bicara KPPU mengatakan bahwa komisi tersebut memang kerap menggunakan data-data dan analisis ekonomi, termasuk dalam perkara kartel antara dua produsen terbesar kendaraan roda dua di Indonesia tersebut. Dengan diterimanya bukti-bukti tersebut menandakan bahwa MA kian tidak meragukan pembuktian ekonomi dalam perkara pelanggaran persaingan usaha.