Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah tengah mempersiapkan penghargaan bagi para petugas Pemilu 2019 yang meninggal atau sakit dalam penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan setidaknya ada dua hal yang dilakukan pemerintah untuk para korban Pemilu. Pertama, menyediakan anggaran untuk santunan korban. Kedua, pemberian penghargaan.
"Sebagai bentuk apresiasi bahwa mereka adalah petugas yang penuh tanggung jawab ikut menyukseskan pesta demokrasi sampai sakit atau meninggal dunia," ujarnya dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI, Kompleks Parlemen, Selasa (7/5/2019).
Hingga Sabtu (4/5) pukul 16.00 WIB, tercatat 440 petugas Pemilu meninggal. Sementara itu, jumlah petugas yang sakit mencapai 3.788 orang.
Para korban telah dipastikan mendapat santunan setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengeluarkan surat nomor S-316/MK.02/2019 tertanggal 25 April 2019. Dalam surat itu disebutkan besaran santunan bagi penyelenggara Pemilu yang meninggal dunia adalah Rp36 juta.
Bagi penyelenggara yang mengalami cacat permanen karena bertugas diberikan santunan Rp30 juta. Kemudian, dana santunan Rp16,5 juta diberikan kepada petugas yang luka berat. Adapun mereka yang mengalami luka sedang mendapat santunan Rp8,25 juta.
Baca Juga
Komentar Politikus
Dalam waktu hampir bersamaan, persoalan banyaknya korban akibat Pemilu 2019 juga disinggung Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Rachland Nashidik. Melalui akun twitter pribadinya, dia mempertanyakan tanggung jawab Presiden Joko Widodo atas banyaknya korban Pemilu 2019.
"Sudah 554 jiwa, Pak @jokowi. Dan Anda masih belum bergerak untuk menggunakan kekuasaan Anda menyelidiki penyebab mereka meninggal. Tidak tergerak rasa tanggungjawab Anda sebagai Kepala Negara?" ucap Rachland.
Sudah 554 jiwa, Pak @jokowi. Dan Anda masih belum bergerak untuk menggunakan kekuasaan Anda menyelidiki penyebab mereka meninggal. Tidak tergerak rasa tanggungjawab Anda sebagai Kepala Negara?
— Rachland Nashidik (@RachlanNashidik) 7 Mei 2019
Komentar juga sebelumnya disampaikan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Politikus Partai Gerindra itu menganggap aneh keberadaan ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang berguguran.
Dia menduga ini terjadi karena beban kerja yang berat.
“Apa betul karena kelelahan atau ada faktor-faktor lain, atau ada tekanan atau ada yang lain ya. Karena ini berseliweran juga informasi di masyarakat,” katanya di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (3/5).
Pada Minggu (5/5), Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyanggah kelelahan bisa menyebabkan seseorang meninggal dunia. Hal itu dia katakan di akun twitter pribadinya.
Fahri mengatakan pekerja paksa zaman Jepang dan korban perbudakan baru meregang nyawa setelah menerima penyiksaan. Mantan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu membandingkan dirinya yang beberapa waktu lalu kelelahan usai mengadakan hajatan dan kembali sehat.
"Tidak ada orang meninggal karena capek. Tidak ada orang capek lalu bunuh diri. Pekerja Romusha dan perbudakan tidak mati. Mati kalau disiksa atau setelah tahunan kerja paksa. Kemarin keluarga saya bikin kondangan..seminggu capek..lalu sehat dan bahagia," katanya.
Tidak ada orang meninggal karena capek. Tidak ada orang capek lalu bunuh diri. Pekerja Romusha dan perbudakan tidak mati. Mati kalau disiksa atau setelah tahunan kerja paksa. Kemarin keluarga saya bikin kondangan..seminggu capek..lalu sehat dan bahagia. #AdaApaDiTPS
— #ArahBaru2019 (@Fahrihamzah) 5 Mei 2019