Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) menuduh China menempatkan lebih dari satu juta Muslim minoritas di kamp konsentrasi, dalam beberapa kecaman terkuat AS hingga saat ini tentang apa yang disebutnya penahanan massal Beijing kepada sebagian besar Muslim Uighur minoritas dan Kelompok muslim lainnya.
Komentar oleh Randall Schriver, yang memimpin Kebijakan Asia di Departemen Pertahanan A.S., kemungkinan akan meningkatkan ketegangan dengan Beijing, yang sensitif terhadap kritik internasional dan menggambarkan situs-situs itu sebagai pusat pelatihan pendidikan kejuruan yang bertujuan membendung ancaman ekstrimis Islam.
Mantan tahanan menggambarkan dirinya disiksa selama interogasi di kamp-kamp, hidup dalam sel yang penuh sesak dan menjadi sasaran rezim indoktrinasi partai yang dilakukan setiap hari secara brutal yang mendorong beberapa orang untuk bunuh diri.
Beberapa fasilitas yang luas dikelilingi oleh kawat berduri dan menara pengawas. Dia memperkirakan bahwa jumlah Muslim yang ditahan bisa mendekati 3 juta warga.
"Partai Komunis di China menggunakan pasukan keamanan untuk pemenjaraan massal Muslim Cina di kamp-kamp konsentrasi," kata Schriver, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (4/5/2019).
Schriver, menuturkan penggunaan istilah kamp konsentrasi yang biasanya dikaitkan dengan Nazi Jerman sebagai situasi yang tepat.
“Mengingat apa yang kami pahami sebagai besarnya penahanan, setidaknya tidak hanya satu juta tetapi kemungkinan lebih mendekati 3 juta warga dari populasi sekitar 10 juta. Jadi, sebagian besar penduduk, [mengingat] apa yang terjadi di sana, apa tujuan pemerintah China dan komentar publik mereka membuat deskripsi yang sangat, saya pikir, tepat," terangnya.
Kedutaan Besar China di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Sementara itu, Sekretaris Negara A.S. Mike Pompeo menggunakan istilah kamp pendidikan ulang untuk menggambarkan situs-situs tersebut dan mengatakan kegiatan Tiongkok mengingatkan pada tahun 1930-an.
Pemerintah AS telah mempertimbangkan sanksi terhadap pejabat senior China di Xinjiang, sebuah wilayah luas yang berbatasan dengan Asia Tengah yang merupakan rumah bagi jutaan warga Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya.
Sementara itu, China telah memperingatkan bahwa pihaknya akan membalas "secara proporsional" terhadap sanksi AS.
Gubernur Xinjiang pada bulan Maret secara langsung menolak perbandingan tempatnya dengan kamp konsentrasi, dengan mengatakan mereka sama dengan sekolah asrama.
Pejabat A.S. mengatakan China telah membuat banyak aspek kriminal dalam praktik dan budaya agama di Xinjiang, termasuk hukuman karena mengajarkan teks-teks Muslim kepada anak-anak dan melarang orang tua memberi anak-anak mereka nama Uighur.
Akademisi dan jurnalis telah mendokumentasikan pos pemeriksaan polisi bergaya grid di seluruh Xinjiang dan pengumpulan DNA massal, dan para pembela hak asasi manusia telah mengecam kondisi tipe darurat militer di sana.