Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati rampung menjalani pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berlangsung selama 5 jam, Kamis (2/5/2019).
Nicke yang diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap PLTU Riau-1 datang pukul 10.00 WIB dan keluar dari Gedung Merah Putih KPK pukul 15.06 WIB.
Nicke diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN saksi untuk tersangka Direktur Utama PLN nonaktif Sofyan Basir.
Usai diperiksa, tak banyak yang diungkap Nicke kepada awak media. Nicke mengaku pemeriksaannya kali ini sama dengan pemeriksaan ketika menjadi saksi untuk tersangka yang kini sudah menjadi terpidana pada September 2018 lalu.
"Tadi saya ditanya kurang lebih sama dengan sebelumnya. Sebagai mantan direktur di PLN, itu saja," kata Nicke.
Nicke tetap irit bicara ketika dikonfirmasi soal sejumlah pertemuan terkait pembahasan proyek PLTU Riau-1 maupun mekanisme pengerjaan proyek tersebut. Nicke juga diam saat disinggung soal peran Sofyan Basir.
"Sama dengan yang dulu kurang lebih sama. Saya beri jawaban ke penyidik," tutur Nicke.
Pemeriksaan Nicke kali ini adalah penjadwalan ulang lantaran pada Senin (29/4/2019) lalu dia urung hadir dengan alasan sakit.
September 2018 lalu saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka eks-Sekjen Golkar Idrus Marham, Nicke mengaku hanya dicecar soal tugas pokok dan fungsi saat menjadi Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN.
Saat proyek PLTU Riau-1 direncanakan, Nicke memang mengemban jabatan tersebut sebelum akhirnya menjabat sebagai Dirut Pertamina.
Nama Nicke juga disebut-sebut dalam surat dakwaan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Nicke pernah ikut bersama-sama dengan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso bertemu Johannes B. Kotjo di ruang kerja Sofyan Basir untuk membahas proyek PLTU Riau-1.
Nicke juga turut ikut dalam sebuah pertemuan di Hotel Fairmont untuk membicarakan proses untuk mendapatkan PPA (perjanjian jual beli tenaga listrik/power purchase agreement). Dalam pertemuan saat itu, disampaikan juga mengenai persyaratan-persyaratan yang cukup berat.
Tak hanya itu, dalam surat dakwaan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, pertemuan itu juga disebutkan membahas cost dan banyaknya persediaan batu bara di Samantaka, korporasi yang rencananya jadi pemasok batu bara di proyek tersebut.
Dalam perkara ini, Sofyan Basir diduga menerima hadiah atau janji bersama dengan Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B. Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni M. Saragih dan mantan Mensos Idrus Marham.
Sofyan Basir juga diduga memerintahkan salah satu direktur di PLN guna segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd dan CHEC selaku investor.
Tak hanya itu, KPK pun diduga Sofyan meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B. Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1.