Bisnis.com, JAKARTA - CEO Frontier Group Handi Irawan D mengatakan bahwa hitung cepat atau quick count bukan survei atau polling. Itulah sebabnya, membandingkan akurasi quick count dengan survei, jelas bukan perbandingan apple to apple.
Ketika survei dilakukan sebelum pemilu berlangsung, jawaban bisa meleset besar. Mencari responden secara random yang representatif terhadap populasi, membutuhkan biaya yang besar. Selain itu, masih akan ada problem antara jawaban saat ditanya sebagai responden dibandingkan dengan pilihan sebenarnya pada saat pemilu.
Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/4/2019), Handi mengatakan sebagian responden bisa saja beralih pilihan, karena memang ada perbedaan waktu antara survei dan hari pemilihan. Sebagian responden bisa saja memberikan jawaban yang kurang jujur saat disurvei.
“Ini adalah beberapa hal yang menyebabkan hasil survei tidak seakurat yang diinginkan oleh para penyelenggara survei bila dibandingkan dengan hasil pemilu,” ujarnya.
Bukan Survei
Berbeda dengan quick count. Ini adalah cara menghitung cepat dengan mengumpulkan data-data dari TPS. Jadi, ini bukanlah suatu survei untuk mendapatkan opini dari responden. Dengan 2000 TPS yang masing masing sekitar 200 pemilih (40.000 pemilih ) yang diambil dari total 810.329 TPS di seluruh Indonesia, pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen, margin of errornya tidak jauh dari 1 persen.
Artinya, kalau quick count ini diulangi sebanyak 100 kali, maka kemungkinannya adalah 95 kali akan memiliki kesalahan sebesar maksimal 1persen. Sisanya 5 persen, mungkin sedikit lebih dari 1 persen. Peluang bahwa perhitungan akan meleset sebesar 3 persen saja, boleh dikatakan sangat kecil sekali.
Rumus menghitung margin of error, tidak dipengaruhi oleh jumlah populasi selama jumlah populasi minimal 20 kali dari jumlah sampel yang diambil.
Kalau jumlah sampel yang diambil ditingkatkan menjadi 10.000 TPS atau sekitar 2 juta pemilih, maka tingkat error hanya akan berkurang sekitar 0, 5 persen. Jadi, sampel di atas 2000 TPS dalam quick count , maka penurunan margin of error sudah sangat kecil atau tidak sebanding lurus dengan penambahan sampel.
Satu satunya cara yang membuat quick count bisa dipercaya adalah dengan cara memilih TPS secara random. Misal, dipilih TPS nomor 1, 101, 201, 301...dan seterusnya, tidak peduli di mana area TPS berada.
Quick Count Abal-abal
Sebaliknya, cara paling mudah membuat quick qount yang abal -abal adalah dengan mengambil sampel TPS secara bias, seperti sengaja memilih TPS di mana pendukung paslon tertentu lebih banyak.
Pada Rabu (17/4/2019), sore jam 18.00 WIB, masyarakat sudah melihat bahwa dari lembaga lembaga survei independen yang mempunyai reputasi yangg baik, paslon 01 Jokowi-Ma’ruf Amin unggul rata rata sebesar 9 persen - 12 persen, dengan margin of error yang 1 persen , maka sudah dapat diprediksi, nyaris 100 persen (99,9 persen) hasil perhitungan KPU akan memenangkan paslon 01.
Quick count adalah cara ilmiah. Ini Salah satu penemuan besar dalam bidang riset sosial.
“Kita bisa memprediksi hasil populasi jauh sebelum selesai dihitung. Sambil menunggu perhitungan resmi KPU, ini saatnya semua pihak berdamai. Beda pilihan dalam konteks demokrasi akan membawa persatuan yang baru, yang lebih indah. Tuhan sayang Indonesia,” pungkas Handi.