Bisnis.com, JAKARTA - Gerakan Rabu Putih yang akan berlangsung pada saat pemungutan suara pada 17 April 2019 dinilai memiliki sisi baik dan sisi buruk bagi demokrasi.
Analis Politik dari Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago melihat sisi plus-minus dari seruan gerakan "Rabu Putih" yang disuarakan tim pendukung pasangan Capres-Cawapres 01, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, pada 17 April mendatang.
"Seruan gerakan 'Rabu Putih' ini ada sisi plus-minusnya," kata Pangi Syarwi melalui telepon selulernya, di Jakarta, Selasa (9/4/2019) kepada Antara.
Menurut Pangi, seruan gerakan "Rabu Putih" di satu sisi akan membangun kekompakan dan kekuatan mental bertarung dari pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin, tapi di sisi lain akan membuka azas kerahasiaan dalam pemilu.
"Masyarakat umum dapat melihat, pemilih yang hadir di TPS (tempat pemungutan suara), pada 17 April nanti, mengenakan pakaian putih, pastilah pemilih Jokowi-Ma'ruf, sehingga azas kerahasiaan dalam pemilu tidak ada lagi," katanya.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini menambahkan, surveyor dari lembaga menjadi dimudahkan untuk melakukan exit pool guna menghitung berapa persen pemilih pasangan 01 dan berapa persen pemilih pasangan 02, tanpa perlu bertanya dan wawancara.
"Karena dapat dipastikan, pemilih yang hadir di TPS mengggunakan pakaian putih adalah pemilih pasangan 01," katanya.
Menurut dia, Gerakan "Rabu Putih" ini juga bagus untuk mengelola mesin locomotif effect, menggiring opini publik bahwa yang pakai baju putih ke TPS banyak sehingga masyarakat cenderung terpengaruh dan memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Sebelumnya, GP Ansor menyerukan gerakan "Rabu Putih", yakni datang ke TPS pada 17 April 2019, mengenakan pakaian putih dan memilih capres-cawapres yang mengenakan pakaian putih, untuk mendorong pemilih datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya, sehingga dinilai dapat meminimalisir pemilih golput.