Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Malaysia mengutuk keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.
"Dataran Tinggi Golan adalah bagian tak terpisahkan dari Suriah dan akan selalu demikian," demikian pernyataan Kemenlu Malaysia, Rabu (27/3/2019).
Malaysia merasa tidak dapat menerima bahwa Amerika Serikat akan mengakui pendudukan paksa dan ilegal atas tanah milik negara berdaulat.
"Tindakan ceroboh dan provokatif semacam itu tidak lain adalah kemunafikan yang paling buruk. Itu sepenuhnya membatalkan argumen AS sendiri tentang Krimea," katanya.
Mengutip Deklarasi Krimea, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa tidak ada negara yang dapat mengubah perbatasan negara lain dengan paksa. Krimea adalah wilayah sengketa yang melibatkan Rusia dan Ukraina.
"Ini membuktikan bahwa AS telah bertindak dengan cara yang tidak layak bagi negara besar dan telah memilih untuk mengisolasi diri dari komunitas internasional," katanya.
Dia mengatakan keputusan itu tidak menunjukkan minat dalam menemukan solusi abadi untuk konflik Timur Tengah.
"Ini menunjukkan pengabaian total AS terhadap hukum internasional. Ini mengabaikan kenyataan di lapangan dan memicu ketegangan di wilayah tersebut," katanya.
Sementara itu pada Selasa (26/3) Pemerintah Indonesia juga menolak secara tegas adanya pengakuan atas Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari Israel.
Pengakuan ini dianggap tidak kondusif bagi upaya penciptaan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Melalui keterangan tertulis yang diunggah dalam situs resmi Kementerian Luar Negeri RI, Indonesia menyatakan tetap mengakui Dataran tinggi Golan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari wilayah kedaulatan Republik Suriah yang saat ini diduduki Israel pascaperang 1967.
Posisi Indonesia ini berdasarkan pada prinsip dalam Piagam PBB mengenai penghormatan atas kedaulatan dan integritas teritorial setiap negara, serta berbagai elemen yang terkandung pada resolusi-resolusi Dewan Keamanan terkait Dataran Tinggi Golan.
Resolusi yang dimaksud antara lain Resolusi 242 (1967), 338 (1973) dan 497 (1981) yaitu penolakan terhadap perolehan suatu wilayah yang dilakukan secara paksa, penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah Dataran Tinggi Golan, penolakan terhadap jurisdiksi hukum Israel atas Dataran Tinggi Golan , serta penegasan bahwa langkah Israel untuk menduduki Dataran Tinggi Golan adalah tidak sah dan tidak memiliki dampak hukum internasional.
Indonesia mendesak masyarakat internasional untuk terus menghormati hukum internasional dan piagam PBB serta tetap berpedoman kepada Resolusi PBB terkait dalam mendorong proses perdamaian di kawasan Timur Tengah.