Kabar24.com, JAKARTA — Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjaring anggota DPR Komisi VI Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso, pada Kamis (28/3/2019) dini hari tadi.
Penangkapan itu sebelumnya didahului oleh Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK yang digelar Rabu hingga Kamis (27-28/3/2019) dini hari tadi. Total saat ini ada delapan orang yang diamankan dengan unsur pejabat BUMN, swasta dan anggota DPR.
Juru bicara KPK Febri Diansyah sebelumnya mengatakan tindakan tersebut dilakukan lantaran adanya dugaan tindak pidana suap terkait distribusi pupuk antara perusahaan BUMN dan swasta.
Sementara itu, anggota DPR Bowo Sidik yang turut diamankan bersama ketujuh orang lainnya kini tengah diperiksa KPK secara intensif.
Menilik Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Kekayaan di situs KPK, total dia memiliki harta kekayaan senilai Rp10,43 miliar. Dia melaporkan harta kekayaannya terakhir kali pada 13 Februari 2018.
Dalam laporannya, Bowo tercatat memiliki tanah dan bangunan senilai Rp10,5 miliar dengan rincian tanah dan bangunan seluas 318 meter persegi/300 meter persegi berlokasi di Jakarta Selatan senilai Rp7 miliar.
Kemudian, tanah dan bangunan seluas 708 m2/500 m2 di tempat yang sama senilai Rp1.500.000.000, serta tanah dan bangunan seluas 275 m2/200 m2 di Semarang senilai Rp2 miliar.
Bowo Sidik memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp750 juta. Mobil mewah yang dimilikinya adalah Toyota Vellfire tahun 2010 senilai Rp350 juta, dan Toyota Prado tahun 2011 seharga Rp400 juta.
Di samping itu, dia juga mempunyai kas dan setara kas mencapai Rp766,29 juta. Keseluruhan total kekayaannya mencapai Rp12,02 miliar. Akan tetapi dia tercatat memiliki utang senilai Rp1,59 miliar. Apabila dikurangi utang, maka total harta kekayaannya adalah Rp10,43 miliar.
Profil Bowo
Berdasarkan penelusuran Bisnis, Anggota DPR Komisi VI Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso berasal dari Dapil Jawa Tengah II. Di komisi VI, dia mengurusi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM & BUMN, standardisasi nasional.
Pria kelahiran Mataram 16 Desember 1968 itu pernah menjadi auditor di BDNI (Bank Dagang Negara Indonesia), bank swasta yang kini dilebur menjadi Bank Mandiri setelah Krisis Ekonomi 1998.
Setelah tak lagi menjabat sebagai auditor, dia menjabat sebagai direktur PT Inacon Luhur Pertiwi. Sebelum di komisi VI, dia pernah duduk di komisi VII dengan ruang lingkup bidang riset dan teknologi, lingkungan hidup dan energi sumber daya mineral.
Dia juga pernah bertugas di komisi VIII pada 2015 yang membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan. Kemudian, duduk di Komisi VI hingga saat ini. Bowo juga menempati posisi sebagai anggota Badan Anggaran dan Badan Musyarawah.
Kini, status hukum Bowo harus menunggu hingga 1x24 jam. KPK akan menggelar konferensi pers hari ini untuk mengumumkan statusnya.