Bisnis.com, JAKARTA--Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri mengaku mengalami kendala untuk merampungkan berkas perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan Atase TKI KBRI di Singapura berinisial ARM.
ARM telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima gratifikasi sebesar 30.000 dollar Singapura terkait dengan tugasnya sebagai Atase TKI KBRI di Singapura.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa perkara gratifikasi tersangka ARM melibatkan tiga Warga Negara Singapura yang kini diproses hukum oleh KPK Singapura.
Menurut Dedi, Dit Tipikor Bareskrim Polri masih menunggu perkara tersebut inkrah di Pengadilan Singapura, sehingga dapat memeriksa tiga WNA Singapura itu agar perkara gratifikasi yang telah melibatkan ARM terang-berderang.
"Penyidik masih menunggu hasil sidang di sana [Singapura] karena ada keterlibatan tiga WNA Singapura di kasus itu," tutur Dedi, Kamis (21/3/2019).
Dedi menjelaskan dari hasil pemeriksaan Hakim di Pengadilan Singapura nanti dapat diketahui berapa total jumlah uang yang diberikan ketiga WNA itu ke tersangka ARM.
"Apabila proses sidang selesai, inkrah dan yang tiga orang itu terbukti dia melakukan tindak pidana suap atau penyuap memberikan sejumlah uang kepada A, nanti diperiksa," katanya.
ARM ditetapkan sebagai tersangka sejak 21 Februari 2019. ARM diduga menerima gratifikasi terkait skema asuransi TKI di Singapura semasa dirinya menjadi Atase TKI pada 2018. Namun belum dijelaskan secara rinci seperti apa modus operandi tersangka.
Untuk melengkapi berkas perkara, Direktorat Tindak Pidana Korupsi akan berkoordinasi dengan PPATK, memanggil beberapa staf KBRI di Singapura dan warga negara Singapura yang bersangkutan dengan urusan skema asuransi perlindungan TKI.
Laporan terkait dugaan korupsi tersebut diterima Bareskrim Polri pada 1 Februari 2019. Penyidik lalu melakukan rangkaian pemeriksaan saksi dan pendalaman bukti-bukti terkait laporan ini. Dedi menambahkan, penyidik belum menetapkan penahanan terhadap ARM.
ARM dijerat Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11, 12 huruf a, 12b Undang-undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.