Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus PLTU Riau-1 : Mantan Mensos, Idrus Marham, Dituntut Hari Ini

Mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebelumnya sebelumnya didakwa menerima suap senilai Rp2,250 miliar dari pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham (tengah) menyimak keterangan dari saksi mantan Ketua DPR Setya Novanto (kanan) dan terpidana kasus suap proyek PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo (kiri) pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/2/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham (tengah) menyimak keterangan dari saksi mantan Ketua DPR Setya Novanto (kanan) dan terpidana kasus suap proyek PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo (kiri) pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/2/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Bisnis.com, JAKARTA - Sidang tuntutan terhadap terdakwa kasus dugaan suap proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1, Idrus Marham, dijadwalkan digelar hari ini, Kamis (21/3/2019).
 
Berdasarkan agenda Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, tuntutan atas nama terdakwa Idrus Marham itu dijadwalkan dimulai pukul 11.00 WIB.
 
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebelumnya sebelumnya didakwa menerima suap senilai Rp2,250 miliar dari pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
 
Idrus disebut bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih sekaligus Anggota Fraksi Golkar diduga membantu Johanes Kotjo untuk mendapatkan proyek  tersebut.
 
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji berupa uang secara bertahap sejumlah Rp2,250 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo," ujar Jaksa KPK Lie Putra Setiawan membacakan surat dakwaan, Selasa (15/1/201).
 
Dalam perkara ini, peran Idrus diduga mengarahkan Eni untuk meminta uang US$2,5 juta kepada Kotjo guna keperluan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar pada 2017. Dalam struktur kepanitiaan, Eni menjabat sebagai Bendahara.
 
Selanjutnya, pada November 2017, Eni mengirimkan pesan instan Whatsapp kepada Kotjo yang pada pokoknya Idrus dan Eni meminta uang sejumlah US$3 juta dan 400 ribu dolar Singapura.
 
"Di jawab oleh Budisutrisno Kotjo 'Senin di darat deh'," kata Jaksa KPK.
Menindaklanjuti permintaan uang tersebut, mereka melakukan pertemuan dengan Kotjo di Graha BIP Jakarta.
 
Di sana, Kotjo menyampaikan kepada Idrus terkait adanya fee sebesar 2,5% dari total nilai proyek sebesar US$900 juta yang nantinya akan dibagi kepada Eni jika proyek PLTU Riau-1 berhasil terlaksana.
 
Terkait permintaan uang untuk Munaslub, Eni kemudian memerintahkan anak buahnya Tahta Maharaya bertemu staf Kotjo bernama Audrey Ratna Justianty. Saat itu, total uang yang diterima dari Kotjo Rp2,250 miliar.
 
Menurut jaksa, sejumlah pemberian uang dari Kotjo untuk Eni juga diketahui Idrus termasuk soal permintaan bantuan uang Eni ke Kotjo guna membantu kepentingan Pilkada suaminya M. Al Khadziq di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
 
Atas perbuatannya, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
 
Sementara itu, eks Sekjen Golkar itu sebelumnya mengaku bersiap menghadapi sidang tuntutan. Namun, dia meminta Jaksa KPK menuntutnya berdasarkan fakta. 
 
Idrus memang berkali-kali membantah menerima uang suap dari Kotjo. Menurutnya, itu dipertegas oleh para saksi yang sudah dihadirkan.
 
"Kalau tidak berdasarkan pada fakta, ini kan diketahui oleh umum karena saudara-saudara [saksi] menyampaikan ke umum, apakah saudara Idrus terima uang, kan tidak, Idrus dijanjikan [juga] tidak, ini semua jelas," ujar Idrus, Selasa (12/3/2019) lalu.
 
Dalam perkara ini, Eni dan Kotjo sudah lebih dahulu divonis pengadilan. Kotjo awalnya divonis 2 tahun 8 bulan. Namun, telah diperberat di PT menjadi 4,5 tahun.
 
Sedangkan Eni Saragih divonis 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper