Bisnis.com, JAKARTA - Revisi Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) diusulkan diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) apabila masih lamban untuk diselesaikan di DPR.
Desakan revisi UU Tipikor dan pengusulan Perppu mencuat dalam salah satu diskusi dengan tema Urgensi Pembaruan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (19/3/2019).
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan melalui Perppu optimalisasi UU Tipikor masih bisa berjalan dan dinilai menjadi dorongan yang baik dalam memberantas korupsi.
Menurut Laode, UU Tipikor saat ini belum menyentuh semua praktik yang sebenarnya menjurus ke tindak pidana korupsi seperti memperdagangkan pengaruh (trading influence), memperkaya diri tidak sah, suap di sektor swasta dan pejabat asing serta pengembalian aset.
Padahal, semua itu sudah termaktub dalam pasal di United Nation Convention Against Corruption (UNCAC).
Lembaga antirasuah juga sudah dua kali mendapat evaluasi dari UNCAC antara lain dari Inggris, Ghana, Yaman dan Jepang. Hasilnya, tidak ada perubahan UU Tipikor di Indonesia.
"Apakah Presiden [Joko Widodo] menganggap korupsi ini genting atau tidak? Jika iya, korupsi menjadi musuh bersama, bisa saja Presiden keluarkan Perppu," kata Laode, Selasa (19/3/2019).
Dia mengatakan percepatan revisi UU Tipikor juga dinilai sangat mendesak agar langsung diakomodir oleh aparat penegak hukum yaitu KPK, Kejaksaan, dan pengadilan.
Hal itu mengingat dia kerap bingung ketika adanya laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi dengan praktik dagang pengaruh namun terbentur dengan keterbatasan UU. Indonesia sendiri belum mengatur soal dagang pengaruh.
"Kalau memperdagangkan pengaruh itu dia [bisa] tidak terima uang," ujarnya.
Guru Besar Hukum Pidana UGM Edward Omar Sharif Hiariej sependapat dengan Laode terkait penerbitan Perppu. Dia pesimistis revisi UU Tipikor selesai pada periode DPR saat ini.
"Jika tidak, maka akan susah meratifikasi UU Tipikor karena DPR periode yang baru akan membahas ulang lagi revisi yang sedang dilakukan," kata pria yang biasa disapa Eddy itu.
Di sisi lain, dia juga tetap mendesak agar revisi UU Tipikor sangat penting untuk disesuaikan dengan UNCAC guna bisa menjerat yang selama ini tidak ada dalam hukum pidana salah satunya adalah dagang pengaruh.
Dia mencontohkan pada kasus eks Menteri Kehakiman RI Djody Gandakusumo yang hakikatnya adalah dagang pengaruh pada tahun 1955. Dia dijatuhi hukuman enam bulan penjara meskipun tidak menerima uang suap sepeserpun.
Namun, masalahnya saat itu dia dinyatakan tahu betul ada penerimaan suap dari orang lain ke anak buahnya di satu kepertaian Partindo. Djody dianggap mengetahui penerimaan suap namun mendiamkannya.
"Kasus itu pada hakikatnya trading influence. Itu sudah lewat 64 tahun yang lalu tapi [hakim] berani memutus itu. Dia dihukum karena dianggap tidak berbuat sesuatu yang harus diperbuat. Itu adalah trading influence di mana kedua pembantunya [di partai] memperdagangkan pengaruh [Djody]," katanya.
Oleh karena itu, dia mendesak agar revisi UU Tipikor segera disesuaikan dengan UNCAC. Bila memungkinkan, sekali lagi bisa diganti dengan Perppu apabila revisi di DPR masih berlarut-larut.