Bisnis.com, JAKARTA - Perang Dagang yang melibatkan dua ekonomi raksasa dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, diproyeksikan telah memangkas Produk Domestik Bruto AS hingga US$7,8 miliar pada tahun lalu.
Hal tersebut terungkap dalam sebuah studi yang dilakukan oleh tim ekonom dari sejumlah universitas di AS yakni University of California Berkeley, Columbia University, Yale University and University of California at Los Angeles (UCLA) pada pekan ini. Riset tersebut dipublikasikan oleh National Bureau of Economic.
Penulis menyebut mereka menganalisis dampak jangka pendek atas keputusan Presiden AS Donald Trump. Mereka menemukan bahwa impor dari sejumlah negara yang terkena imbas perang dagang turun 31,5% dan ekspor 11%. Tak hanya itu, kerugian tahunan konsumen dan produsen akibat tingginya tarif impor mencapai US$68,8 miliar.
"Setelah menghitung dari tingginya pendapatan tarif dan manfaatnya bagi produsen domestik dari tingginya harga, maka rata-rata kerugian negara mencapai US$7,8 miliar atau 0,04% dari Produk Domestik Bruto [PDB]," tulis riset itu, dikutip dari Bloomberg, Sabtu (16/3/2019).
Setelah menobatkan dirinya sendiri sebagai 'Tariff Man', Trump berjanji akan terus memangkas defisit neraca perdagangan AS dengan terus menyuarakan perdagangan impor yang tidak adil dan merenegoisasi perjanjian dagang.
Trump juga mendeklarasikan agenda proteksionisme untuk melindungi industri manufaktur dalam negeri. Pemerintah China dan AS terus bernegoisiasi selama berbulan-bulan guna mencari kata sepakat atas persoalan tarif ini.
Penelitian itu menyatakan bahwa kebijakan pengenaan tarif impor tersebut memang menguntungkan sejumlah sektor. Tetapi, berakibat negatif terhadap barang-barang yang masuk ke AS.
"Kami menemukan fakta bahwa pekerja-pekerja AS justru mendapatkan dampak negatif atas adanya perang dagang ini," tulisnya.