Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar Hukum Tata Negara Disebut Presiden Bisa Hentikan Sementara Pasal Karet UU ITE

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyatakan bahwa Presiden sebagai kepala negara, memiliki kewenangan untuk mengurangi dampak buruk pasal karet Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (kanan) bergegas meninggalkan Gedung Bareskrim Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (7/3/2019)./Antara
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (kanan) bergegas meninggalkan Gedung Bareskrim Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (7/3/2019)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyatakan bahwa Presiden sebagai kepala negara, memiliki kewenangan untuk mengurangi dampak buruk pasal karet Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Hal ini Bivitri ungkap dalam sebuah diskusi di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2019).

"Kalaupun secara politik mungkin sekarang masih susah, suatu pemerintah yang demokratis dan memahami negara hukum, seharusnya bisa bikin legal policy. Kejaksaan dan kepolisian di bawah Presiden, nah, bisa saja kalau pemerintahannya baik dia akan bilang di-stop dulu deh, semua proses hukum yang didasarkan pada UU ITE pasal itu," ungkap Bivitri.

Dalam beberapa kasus, Bivitri menganggap bahwa pasal karet UU ITE telah jauh bertentangan dengan konstitusi yang telah menjamin kebebasan berpendapat untuk warga negara Indonesia.

Salah satunya yang terbaru, yaitu ditangkapnya aktivis dan pengajar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet terkait dugaan penghinaan pada penguasa atau lembaga negara.

"Jadi UU ITE memang isinya banyak kan, Informasi dan Transaksi Elektronik. Nah, tapi memang ada pasal-pasal tertentu yang bisa dikenai terhadap orang-orang sebenarnya berpendapat atau menyampaikan sesuatu yang memang salah. Kayak misalnya, ibu Nuril yang pelecehan seksual dan yang sekarang [ditangkapnya Robet] menurut saya tidak pas penerapannya," ujarnya.

Seperti diketahui, terdapat beberapa pasal karet atau multitafsir dalam UU no 19/2016 tentang perubahan atas UU no 11/2018 tentang ITE ini. Di antaranya, mulai BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang, yaitu Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29.

"Jadi menurut saya seharusnya sudah dicabut, idealnya dicabut paling tidak pasal-pasal itu [yang multitafsir] tuh," ungkapnya.

"Karena ini sudah terlalu banyak makan korban, kita jadi seenaknya mengadukan orang. Ibaratnya ini saya lagi diwawancara, terus ada yang video-in, bisa saja tiba-tiba saya kena. Ini kan tidak sesuai konstitusi," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper