Bisnis.com, JAKARTA - Bak jatuh tertimpa tangga. Mungkin peribahasa itu tepat diberikan untuk Partai Demokrat saat ini, pasca-Wakil Sekjen mereka Andi Arief ditangkap polisi karena diduga memakai narkoba jenis sabu, Minggu (3/3/2019).
Berbagai ujian seakan tak mau menjauh dari Partai Demokrat jelang tibanya hari pemungutan suara pemilu 2019. Kasus yang menimpa Andi Arief bisa dikatakan sebagai salah satu masalah besar yang dihadapi partai itu. Sebelum kasus Andi Arief muncul, Demokrat dihadapi ujian mengenai soliditas internal mereka.
Persoalannya, banyak kader Demokrat yang berbeda pilihan politik dengan pernyataan dukungan formal DPP Partai terhadap pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan pidato politik Partai Demokrat di Jakarta, Jumat (1/3/2019)./Bisnis-Denis Riantiza M.
Sejumlah kepala daerah asal Demokrat telah mendeklarasikan dukungan untuk pasangan capres dan cawapres nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Beberapa di antaranya adalah Gubernur Papua Lukas Enembe, Gubernur Banten Wahidin Halim, Wali Kota Cirebon Nasrudin Azis, dan Bupati Kepulauan Sula Hendrata Thes.
Soliditas Demokrat juga menjadi perhatian pasca-Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berpidato, Jumat (1/3/2019). Saat itu, AHY menyampaikan harapannya untuk presiden terpilih hasil pemilu 2019, tanpa menyebut nama Jokowi atau Prabowo.
Dalam pandangan Ma'ruf Amin, sikap politik AHY dan Demokrat terlihat dari pidato yakni netral. Ma'ruf yang berpasangan dengan Jokowi yakin ada pesan terselubung dibalik keengganan AHY menyebut sosok yang diharapkan menjadi presiden hasil pemilu 2019.
“Artinya kita anggap dia netral saja untuk memilih siapa saja yang terbaik buat warga bangsa. Karena tidak berani menyebut, berarti ada kecenderungan untuk mendukung Pak Jokowi dan saya," ujar Ma'ruf.
Persoalan Demokrat ditambah dengan terpecahnya konsentrasi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lantaran istrinya, Ani Yudhoyono, menderita sakit kanker darah dan dirawat di National University Hospital, Singapura, sejak 2 Februari.
Ketua Umum Demokrat itu tak pernah lagi menampakkan diri di panggung politik nasional pasca istrinya dirawat di Singapura. Dia bahkan memberi tugas kepada Sekjen Demokrat Hinca Pandjaitan, AHY, dan Ketua Fraksi Demokrat di DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) untuk menjalankan roda organisasi Demokrat hingga pemilu tiba.
Ketidakhadiran SBY pasti berdampak pada kampanye yang dijalankan partainya dan pasangan Prabowo-Sandiaga. Apalagi, hingga saat ini elektabilitas Demokrat dan Prabowo-Sandi belum cukup aman dibanding lawan mereka pada pemilu.
Berdasarkan hasil survei LSI Denny JA pada 18-25 Januari 2019, elektabilitas Demokrat hanya sebesar 5,4%. Meski raihan itu cukup membawa Demokrat lolos ke parlemen, namun elektabilitas mereka tergolong rendah dan hanya unggul dibandingkan NasDem (4,5%) dan PKS (4%) yang juga memenuhi ambang batas.
Kondisi tidak aman juga dihadapi Prabowo-Sandi lantaran elektabilitas mereka berdasarkan survei yang sama hanya 31%, berada di bawah dukungan bagi Jokowi-Ma'ruf sebesar 54,8%.
Kasus Andi Menambah Masalah
Masalah yang harus dihadapi Demokrat diyakini bertambah lantaran kasus yang menimpa Andi Arief. Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo berkata, kasus yang menjerat Andi dapat mempengaruhi elektabilitas Demokrat di pemilu. Sebabnya, dugaan pemakaian narkoba oleh Andi dianggap menambah citra negatif bagi partai tersebut.
"Belum juga bangkit dari keterpurukan sejak tertimpa isu tak sedap skandal Bank Century, kasus Hambalang dan menyusul sejumlah kader utamanya terseret skandal korupsi. Belum sempat melakukan recovery, musibah kembali menimpa partai Demokrat," kata Karyono kepada Bisnis, Selasa (5/3/2019).
Andi Arief dianggap memberi ‘luka baru’ terhadap Demokrat, saat masalah lama belum sepenuhnya teratasi. Jika tidak hati-hati, bukan tidak mungkin suara yang diraih Demokrat akan turun pada pemilu mendatang.
Ani Yudhoyono (kiri) dan Susilo Bambang Yudhoyono (kanan)./Instagram @aniyudhoyono
Pendapat sama juga dikemukakan peneliti politik dari CSIS Arya Fernandes. Menurutnya, kasus Andi tidak membuat Demokrat berada dalam posisi mudah jelang pemungutan suara.
Arya yakin kasus yang menimpa Andi akan menyibukkan Demokrat di tengah persiapan pemilu 2019. Perkara itu juga dipercaya mengganggu pencitraan Demokrat yang sedang gencar mempromosikan AHY sebagai Ketua Tim Pemenangan Pemilu.
"Saya kira Demokrat bisa menunggu perkembangan kasus, dan menunggu rilis kasus yang akan diumumkan oleh Bareskrim dulu, baru mengambil sikap," kata Arya kepada Bisnis. Posisi Demokrat yang tidak bagus terlihat dari komentar Ketua Divisi Komunikasi Publik Imelda Sari.
Dia menyebut kabar ditangkapnya Andi bagai petir di siang bolong untuk partainya.
"Kami kaget dengan berita ini. Seperti petir di siang bolong," ujar Imelda saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (4/3/2019) seperti dikutip Antara.
Ekspresi kaget juga ditunjukkan Kadiv Advokasi dan Hukum Demokrat Ferdinand Hutahaean. Dia bahkan menyebut bahwa partainya tak akan memberi toleransi kepada kader yang terjerat kasus narkoba.
"Kami tegaskan Partai Demokrat dalam hal ini tetap di dalam posisinya, tidak akan memberikan toleransi dan kompromi terhadap siapapun yang menyalahgunakan narkoba," kata Ferdinand dikutip dari ‘Antara’.