Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR, Firman Subagyo, menilai Presiden Joko Widodo alias Jokowi tidak perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait polemik e-KTP untuk warga negara asing yang dikhawatirkan ikut pemilu.
Menurut Firman, kalau pemerintah mengeluarkan Perppu hanya untuk kepentingan tersebut maka prosesnya akan terlalu rumit. Apalagi pemilu tinggal 50 hari lagi dan jumlah warga asing yang memiliki e-KTP hanya sebanyak 1.600 orang.
Menurutnya, adanya warga negara asing memiliki e-KTP seharusnya tidak ada masalah karena ada aturannya. Hanya saja, perlu dipertimbangkan untuk memberikan warna e-KTP yang berbeda bagi warga negara asing agar petugas pemilu bisa dengan mudah mengidentifikasi kalau ada indikasi pelanggaran hak pilih.
Firman mengakui petugas pemilu akan kesulitan mengidentifikasi e-KTP warga asing dengan warga lokal karena tidak ada alat pendekteksi. Sedangkan kalau di setiap TPS harus diadalah alat pendeteksi maka hal itu akan memakan banyak biaya.
Sementara itu, Sekretaris Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), I Gede Suratma mengatakan ada kesan yang berkembang di tengah masyarakat bahwa pemerintah memberikan e-KTP bagi orang asing untuk keperluan pemilu. Padahal orang asing memang berhak memiliki e-KTP yang dengan mudah bisa diidentifikasi kalau mereka tak punya hak pilih.
Dia mengakui kecurigaan itu muncul karena ada kasus warga negara asing yang punya e-KTP dan terdaftar di dalam daftar pemilih tetap (DPT) di Cianjur, Jawa Barat. Anehnya e-KTP warga asing itu memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang sama dengan salah satu warga Cianjur sebagimana dilaporkan masyarakat.
Suratma mengatakan tidak mungkin ada dua NIK untuk satu e-KTP. Pasalnya, NIK merupakan identitas tunggal yang tidak ada penggantinya.
“NIK itu bersifat tunggal, yang di Cianjur heboh karena NIK yang satu diklaim milik Chan dan juga diklaim milik bahar,” ujarnya, Kamis (28/2/2019).