Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Selandia baru menyampaikan akan memperbaharui regulasi sehingga dapat menarik pajak pendapatan yang diperoleh dari perusahaan digital multinasional seperti Google, Facebook, dan Amazon.
Upaya ini merupakan kebijakan pemerintah dalam rangka memperluas lingkup penarikan pajak dengan menargetkan perusahaan teknologi global raksasa.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan kabinet telah setuju untuk mengeluarkan dokumen pembaharuan regulasi atau undang-undang terkait kerangka pajak negara untuk memastikan perusahaan multinasional membayar kewajiban mereka secara adil.
"Sistem perpajakan kami saat ini tidak seimbang dalam hal memberlakukan wajib pajak individu dan wajib pajak korporasi multinasional," kata Ardern dalam konferensi pers mingguan, seperti dikutip Reuters, Senin (18/2/2019).
Pernyataan pemerintah yang dipublikasi pada hari yang sama menyebutkan, korporasi digital yang menawarkan jaringan media sosial, platform perdagangan, dan iklan daring saat ini mendapatkan penghasilan yang signifikan dari konsumen Selandia Baru tanpa kewajiban pajak penghasilan.
Nilai layanan digital lintas batas (cross-border) di Selandia Baru diperkirakan sekitar 2,7 miliar dolar Selandia Baru atau senilai US$1,86 miliar.
Dalam pernyataan tersebut, Menteri Keuangan Grant Robertson Selandia Baru memperkiraan pendapatan untuk pajak layanan digital adalah antara 30 juta - 80 juta dolar Selandia Baru
Pajak layanan digital (digital services taxes/DST) umumnya dikenakan tarif tetap 2% - 3% dari pendapatan kotor yang diperoleh oleh perusahaan multinasional di negara tersebut.
Sejumlah negara termasuk Inggris, Spanyol, Italia, Prancis, Austria dan India telah memberlakukan atau mengumumkan rencana untuk pajak layanan digital. Sementara Uni Eropa dan Australia masih dalam tahap konsultasi terkait DST.
Pejabat pemerintah saat ini akan menyelesaikan dokumen yang dibutuhkan dan kemungkinan akan dirilis secara publik pada Mei 2019.