Kabar24.com, JAKARTA — Performa debat kontestan Pilpres 2019 diyakini tidak berpengaruh signifikan mendongkrak atau menurunkan elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menuturkan penampilan debat peserta pemilu di negara demokrasi tidak selalu berkorelasi dengan perolehan suara. Seorang calon presiden atau perdana menteri bisa tambil buruk dalam debat, tetapi masyarakat justru memilih figur yang bersangkutan atau partainya.
Dia mencontohkan Ketua Partai Liberal Australia John Howard mampu berkuasa di Negeri Kanguru dari 1996-2007 meski selalu dianggap kalah dalam debat pemilu. Gejala tersebut, menurut Firman, tetap berlaku di Indonesia.
“Kalau di level Australia saja tidak ngaruh, apalagi di kita,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (18/2/2019).
Minggu (17/2/2019) malam, Calon Presiden Joko Widodo berdebat dengan rivalnya, Prabowo Subianto, mengenai tema infrastruktur, pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Persis sebulan lalu, keduanya dengan ditemani pendamping masing-masing mendebatkan soal hukum, korupsi, terorisme, dan hak asasi manusia.
Berbeda dengan Firman, Ketua Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi, Muhammad Taufik, mengklaim elektabilitas jagoannya seusai dua kali debat akan meningkat. Dia optimistis Prabowo-Sandi meraup suara di atas 58% pada hari-H pemungutan suara.
“Sekarang kami sudah menyalip pasangan nomor urut 01. Cuma memang masih ambang batas riskan,” katanya dalam acara nonton bareng debat Pilpres 2019 di Jakarta, Minggu malam.
Performa Prabowo, menurut Taufik, lebih unggul dalam debat semalam dan bulan lalu sehingga dapat memperbesar dukungan pemilih. Karena itu, mesin kerja relawan harus mampu mengawal konversi suara itu hingga ke tempat pemungutan suara (TPS).
“Awal Maret seluruh relawan akan melakukan check list hingga ke TPS. Kalau ada yang kurang suaranya dicek kenapa ada yang kurang,” ucap Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta ini.