Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah kampanye Pemilihan Presiden 2019, terdapat sekelompok orang menyatakan untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau golput (golongan putih).
Kelompok itu muncul karena berbagai alasan. Seperti tidak ada satupun dari calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dan koalisi partai politik yang bersih dari isu korupsi, perampasan ruang hidup rakyat, tersangkut kasus hak asasi manusia, maupun terlibat dalam intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Koalisi masyarakat yang terdiri dari Institut for Criminal Justice Reform (IJCR), Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyatakan sikap resminya.
Dalam keterangan resminya Kamis (24/1/2019), menurut koalisi masyarakat itu, orang yang tidak menggunakan hak pilih bukan pelanggaran hukum dan tak ada satu aturan hukum yang dilanggar. Sebab, Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tidak melarang seseorang menjadi golput.
Tidak menggunakan hak pilih, adalah hak politik warga negara sepenuhnya dan bukan pelanggaran hukum.
Apabila nantinya terjadi kasus penindakan terhadap kelompok atau orang yang tidak menggunakan hak pilih, hal terpenting yakni memastikan unsur-unsur pidana dalam Pasal 515 UU Pemilu agar diterapkan dengan ketat.
Dalam pasal 515 UU Pemilu disebut setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000.