Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Outlook Inflasi Jepang Turun Jadi 0,9%, Ini Penyebabnya

Gubernur Bank Sentral Jepang Haruhiko Kuroda merevisi proyeksi inflasi namun pada saat yang sama pihaknya juga menyiapkan setumpuk program stimulus dengan munculnya risiko dari proteksionisme dagang dan tingkat permintaan global.
Bank of Japan/REUTERS
Bank of Japan/REUTERS
Bisnis.com, JAKARTA -- Gubernur Bank Sentral Jepang Haruhiko Kuroda merevisi proyeksi inflasi namun pada saat yang sama pihaknya juga menyiapkan setumpuk program stimulus dengan munculnya risiko dari proteksionisme dagang dan tingkat permintaan global.
BOJ merevisi outlook inflasi untukk tahun fiskal yang di mulai April menjadi 0,9% dari 1,4% pada proyeksi sebelumnya, penurunan harga minyak menjadi salah satu faktor utama. 
Sementara itu 
outlook inflasi untuk tahun fiskal 2020 juga direvisi menjadi 1,4% dari 1,5%.
Meningkatnya tekanan dari perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat - mitra dagang terbesar Jepang - menambah ketegangan pada ekonomi terbesar ketiga di dunia dan merusak upaya para pembuat kebijakan untuk mendorong pertumbuhan yang tahan lama.
Pada saat yang sama data bank sentral menunjukkan ekspor Jepang pada Desember 2018 mengalami penurunan terdalam dalam dua tahun.
"Sejujurnya, jika ketegangan perdagangan AS dan China tidak dihitung, risiko serius tetap akan ada bagi ekonomi global yakni kondisi ekonomi domestik kedua negara tersebut. Tapi untuk saat ini kemungkinan itu masih sangat tipis, saya harap mereka bisa menyelesaikan ini [perang dagang] secepatnya," ujar Kuroda dalam konferensi pers pada Rabu (23/1) seperti dikutip oleh Reuters.
Meskipun ada sejumlah risiko global yang meningkat seperti sengketa perdagangan dan Brexit, bank sentral juga mempertahankan pandangannya bahwa ekonomi Jepang akan terus berkembang dalam kecepatan sedang.
BOJ mengatakan dalam laporan kuartalan bahwa mereka inflasi inti saat ini meningkat dari rentang 0,5% menjadi 1% dan akan menjaga momentum untuk mendorong pertumbuhan inflasi menuju target 2%.
Pada saat yang sama BOJ juga meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun fiskal berikutnya dari 0,8% menjadi 0,9%.
Risiko dari aktivitas ekonomi dan  harga di pasar cenderung menurun meskipun risiko dari luar negeri sedang menguat.
Kuroda menyampaikan dalam nada positif bahwa ekonomi Jepang kemungkinan akan terus berkembang hingga tahun fiskal 2020.
Namun, dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters terhadap sejumlah ekonom menunjukkan bahwa faktor eksternal telah meningkatkan peluang Jepang menuju resesi pada tahun fiskal yang dimulai April mendatang.
Kondisi ini dipercaya akan mempersulit langkah BOJ untuk mencapai target inflasi 2% yang dianggap sedikit mustahil.
Di sisi lain, China melaporkan pertumbuhan ekonomi terlemah dalam tiga dekade dan diproyeksikan akan semakin mengalami penurunan dalam beberapa bulan mendatang.
Pada saat bersamaan, International Monetary Fund turut merivisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan sebuah survei menunjukkan peningkatan pesimisme di antara para pelaku usaha akibat ketegangan perdagangan.
"Risiko pelemahan yang terjadi di ekonomi luar negeri diperkirakan akan meningkat. Kami [BOJ] akan lebih teliti dalam menghitung dampak yang akan mempengaruhi perusahaan dan sentimen ekonomi domestik Jepang," ungkap BOJ dalam laporan proyeksi kuartalan yang dirilis pada Rabu (23/1).
Bank sentral Jepang kembali menegaskan bahwa mereka berjanji untuk terus melakukan pembelian obligasi negara dan tetap menjaga suku bunga acuan pinjaman jangka pendek sebesar -0,1%.
Mereka juga akan tetap menjaga imbal hasil obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun tetap pada kisaran 0%.
"BOJ akan kesulitan untuk menentukan normalisasi kebijakan atau menyusun strategi lain mengingat risiko ekonomi global saat ini tengah meningkat," ujar Kepala Ekonom Tokai Tokyo Research Institute Hiroaki Mutou.
Menurutnya, bank sentral kemungkinan akan menahan kebijakan pelonggaran untuk di kemudian hari sambil memperhatikan langkah The Fed dan dampaknya terhadap yen.
Sejumlah ekonom memperkirakan bahwa bank sentral Jepang akan melakukan normalisasi kebijakan moneter dalam waktu dekat dengan meningkatkan fluktuasi imbal hasil obligasi 10-tahun dari 0,2% dan meningkatkan target imbal hasil 10-tahun dari sekitar 0%.
Mereka memperkirakan normalisasi akan di mulai pada 2020 atau tahun berikutnya.
Untuk mencegah penumpukan utang di bank sentral, BOJ memilih untuk memperpanjang tenggat waktu selama satu tahun terhadap pinjaman yang bertujuan sebagai stimulus bagi sektor finansial untuk mendorong kredit dan pertumbuhan kinerja.
Program stimulus radikal BOJ telah menyebabkan beberapa konsekuensi yang tidak disengaja, karena tingkat bunga rendah selama bertahun-tahun merugikan lembaga keuangan.
Bank sentral juga telah mengumpulkan segunung obligasi pemerintah Jepang dan dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) dalam kegiatan pembelian aset maraton, yang berisiko menimbulkan distorsi di pasar keuangan.
Sebagian pembuat kebijakan di bank sentral Jepang mewaspadai peningkatan stimulus, meskipun risiko eksternal atau lonjakan tiba-tiba terhadap yen akan memaksa bank sentral untuk melakukan mitigasi risiko resesi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper