Bisnis.com, JAKARTA - Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2019-2024 nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi) diharapkan dapat merealisasikan mobil nasional dan tidak mengulangi kesalahan fatal yang terjadi pada mobil Esemka.
Mobil Esemka pertama kali digaungkan oleh Joko Widodo (Jokowi) - saat itu Wali Kota Solo - dan dipromosikan sebagai mobil nasional. Mobil Esemka sebagai ikon pencitraan melambungkan nama Joko Widodo hingga terpilih sebagai Presiden RI ke-7 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Pilpres 2014.
Pengamat Industri Nasional Said Didu mengatakan berkaca pada pengalaman pilpres 2014, Prabowo-Sandi harapkan bisa merealisasikan mobil nasional secara sungguh-sungguh dan profesional. Tidak abal-abal dan bukan demi kepentingan pencitraan.
"Bila Prabowo-Sandi menang, mobil nasional perlu difikirkan. Karena permintaan kita besar, pasar kita besar, sumber daya alam, sumber daya manusianya kita ada," kata Said dalam diskusi bertemakan "Indonesia Pasca Jokowi: Mewujudkan Mobil Nasional, Bukan Pencitraan Seperti Esemka", Rabu (23/01/2019), sebagaimana tertulis dalam pernyataan pers Media Center Prabowo-Sandi.
Said yang mantan Sekjen Kementerian BUMN ini menjelaskan ada perbedaan mendasar dalam anatomi bisnis mobil di masa lalu dan masa kini. Di masa lalu, pengembangan mobil nasional terkendala pada penguasaan komponen rancang bangun dari hulu hingga hilir.
Kini, anatomi industri mobil sudah mengarah seperti yang terjadi pada industri pesawat terbang, dimana seluruh komponennya bisa diproduksi di seluruh dunia.
"Tinggal kebijakannya adalah kita bikin desain sedemikian rupa sehingga bisa produksi di Indonesia. Kriterianya kita memiliki desain, nama merek dan sebagian komponennya diproduksi di Indonesia. Tidak seperti mobil Esemka yang komponennya dari luar semua".
Said bercerita dirinya pernah diajak seorang kolega untuk mempromosikan mobil Esemka. Kejadian itu terjadi pada medio 2012 lalu. Namun Said menolak lantaran dirinya mencium aroma tidak sedap dari proyek ambisius tersebut.
Baca Juga
"Pada 2012 saya dibujuk beberapa orang untuk mengendorse. Karena yang pencitraan bukan hanya Pak Jokowi, tapi banyak orang. Dan saya katakan itu bohong. Sebagai pengusaha mebel, mungkin saat itu Pak Jokowi beranggapan bahwa membuat mobil sama saja dengan merakit mobil. Saya katakan berbeda," kata Said.
Dalam kesempatan sama, pakar otomotif dan praktisi industri mobil, Mochtar Niode berpendapat industri mobil nasional harus diarahkan kepada produksi mobil listrik.
"Kita memiliki seluruh bahan baku untuk produksi mobil listrik. Kita bisa open desain untuk menentukan jenis mobil apa yang cocok untuk Indonesia," ujarnya.