Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Debat Capres, IPW Sebut Kedua Paslon Belum Punya Konsep Jelas Soal Penegakan Hukum

Indonesia Police Watch (IPW) menilai debat pertama Pilpres 2019 sangat normatif dan tidak menyentuh hal-hal esensial dalam bidang pembenahan hukum.
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (ketiga kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) usai Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (ketiga kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) usai Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com,  JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menilai debat pertama Pilpres 2019 sangat normatif dan tidak menyentuh hal-hal esensial dalam bidang pembenahan hukum.

"Dari debat terlihat, baik Jokowi sebagai petahana maupun Prabowo Subianto sebagai penantang tidak punya konsep yang jelas, terutama dalam penegakan supremasi hukum," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan membangun penegakan supremasi hukum tidak bisa hanya dengan retorika, apalagi dengan retorika yang tidak jelas, tidak fokus, dan tidak terarah seperti yang ditampilkan Jokowi dan Prabowo pada debat pertama pada Kamis (17/1) malam di Hotel Bidakara, Jakarta.

Penegakan supremasi hukum memang harus bertahap tapi harus ada progres yang terarah menuju perbaikan dan bukan sekadar retorika, apalagi pencitraan, katanya.

Dia mengatakan para capres harus paham bahwa penegakan hukum adalah payung sebuah bangsa agar keteraturan sosial dan rasa keadilan publik terpelihara.

Menurut Neta, persoalan utama dalam penegakan supremasi hukum di negeri ini ada empat yakni buruknya moralitas aparatur akibat tidak jelasnya "reward and phunisment" (penghargaan dan hukuman).

"Sehingga sikap konsistensi aparatur lenyap, sikap diskriminasi berkembang pesat, tolok ukurnya selalu uang, mafia hukum tidak terkendali, lembaga pengawas tidak berfungsi, dan hukuman bagi aparatur yang brengsek tidak maksimal yang terjadi justru saling melindungi," katanya.

Dia mengatakan perlu keberanian dari rezim yang berkuasa untuk memberikan sanksi yang berat bagi aparatur penegak hukum yang mempermainkan supremasi hukum. Pertama, menjatuhkan hukuman mati bagi aparatur yang mempermainkan hukum.

Kedua, kata Neta, adalah gaji dan tunjangan harus menjadi perhatian serius pemerintah yang berkuasa sehingga kesejahteraan aparatur negara, khususnya aparatur penegak hukum terjaga.

Ketiga, fasilitas dan dana operasional aparatur sesuai dengan tuntutan kerja agar aparatur penegak hukum tidak menegakkan hukum dengan melakukan pelanggaran hukum.

Keempat, rezim yang berkuasa harus mendorong agar aparatur penegak hukum mampu membangun budaya kesadaran hukum di lingkungan kerjanya maupun dalam kehidupan masyarakat berbangsa.

"Keempat hal itu perlu dilakukan simultan dan terukur agar membuahkan hasil maksimal," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper