Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jadi Saksi Kasus Meikarta, Aher Penuhi Panggilan KPK

Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher menunggu untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus pemberian izin proyek Meikarta, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/1/2019)./ANTARA-Aprillio Akbar
Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher menunggu untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus pemberian izin proyek Meikarta, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/1/2019)./ANTARA-Aprillio Akbar
Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
  
Pria yang kerap disapa Aher itu datang sekira pukul 09.49 WIB. Sebelum memasuki gedung KPK, Aher meladeni pertanyataan wartawan terkait kasus dugaan suap yang melibatkan sejumlah pejabat termasuk Bupati nonaktif Kabupaten Bekasi, Neneng Hasanah Yasin. 
 
"Hari ini saya datang ke KPK untuk memberikan [dan] menjelaskan terkait kasus Meikarta itu," kata Aher, Rabu (9/1/2019).
 
Dalam pemanggilan pertama pada 20 Desember 2018 dan kedua pada 7 Januari 2019 oleh KPK, Aher urung hadir lantaran diklaim kesalahan administrasi. Menurutnya, dua surat itu ditujukan ke alamat yang tidak sesuai.
 
"Jadi amplop suratnya ditujukan ke saya tapi isi suratnya bukan untuk saya. Maka itu tgl 19 Desember saya balikin lagi. Itu surat pertama," kata dia.
 
Pada surat pemanggilan kedua, lanjut Aher, terjadi miskomunikasi lantaran surat tersebut dikirim ke rumah dinasnya di Gedung Pakuan, Jawa Barat. Adapun saat ini dia tinggal di rumah pribadinya di kawasan Serta Duta, Bandung. 
 
Dalam memenuhi panggilan ini, dia datang tidak melalui surat resmi yang diterima melainkan menghubungi langsung pihak KPK ke layanan 198 pada kemarin, Selasa (8/1/2019), dan disambungkan kepada seorang penyidik  bernama Taufik.
 
"Kemudian saya ceritakan persoalannya, baik surat [pemanggilan] kesatu maupun surat kedua yang saya kayakan tadi, dan kemudian dia katakan bahwa bisa saja datang ke KPK tanpa surat panggilan lagi. Saya katakan 'bagus Pak, kalau begitu saya besok akan datang'," papar dia. 
 
Aher mengaku akan kooperatif dan siap menjelaskan sepanjang sepengetahuannya terkait perkara kasus Meikarta selama dia menjadi Gubernur Jabar.
 
"Saya datang untuk memberikan penjelasan tentang kasus Meikarta yang saya ketahui," kata dia.
 
Keterangan Aher diperlukan karena diduga kuat berkaitan dengan surat keputusan nomor: 648/Kep.1069- DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi yang dikeluarkan olehnya.
 
Sejauh ini tersisa lima tersangka kasus Meikarta yang masih menjalani proses pemeriksaan di KPK dan seluruhnya merupakan pihak penerima dari Pemerintah Kabupaten Bekasi.
 
Selain Neneng Hasanah, tersangka lainnya adalah Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
 
Sementara itu, Billy Sindoro, Henry Jasmen Sitohang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi saat ini sudah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat. 
Pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang­ Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 
Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper