Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah China merealisasikan janji untuk memberi akses pihak internasional ke Provinsi Xinjiang, tempat di mana negara tersebut dikabarkan menahan jutaan etnis muslim Uighur dalam sebuah kamp.
Sebagaimana dilansir dari Xinhua, Selasa (8/1/2019), 12 diplomat dari negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar telah melakukan kunjungan ke salah satu lokasi yang disebut Pemerintah China sebagai pusat pendidikan vokasi.
Perwakilan resmi dari Afghanistan, India, Indonesia, Kazakhstan, Kuwait, Kyrgyztan, Malaysia, Pakistan, Rusia, Tajikistan, dan Uzbekiztan dilaporkan melakukan kunjungan ke Xinjiang pada 28-30 Desember 2018.
Kunjungan tersebut dilakukan di tengah kritik terhadap Beijing yang diduga melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kekerasan terhadap etnis minoritas di Xinjiang, termasuk etnis Muslim Uighur.
Seruan yang diarahkan kepada Beijing muncul dari berbagai negara. Pemerintahan Xi Jinping didesak untuk mengakhiri dugaan kasus penindasan terhadap etnis Uighur. AS bahkan membekukan sejumlah aset pejabat China sebagai respons kasus tersebut, termasuk aset pemimpin Partai Komunis Xinjiang Chen Quanguo.
"Situasi hak asasi manusia yang buruk di China dan perlindungan HAM yang semakin menurun terus berlanjut sejak Xi berkuasa," tulis laporan Kongres AS pada Oktober 2018.
Laporan kunjungan yang dirilis Xinhua ini datang beberapa hari setelah Pemerintah China dilaporkan meresmikan proyeksi lima tahun untuk melakukan "sinicize" Islam. Suatu upaya supaya praktik agama Islam sesuai dengan nilai-nilai sosialisme yang dianut Beijing.
"Mereka sepakat untuk mengarahkan Islam sehingga lebih sesuai dengan sosialisme dan mengimplementasikan langkah yang diperlukan untuk melakukan 'sinicize' pada agama tersebut," kata harian Global Times.
Distrik Hetian di Xinjiang menjadi lokasi tujuan dari 12 perwakilan negara asing itu. Pemerintah China menyebut lokasi tersebut sebagai pusat pelatihan dan vokasi, meski PBB dan kelompok pegiat HAM tetap sangsi akan klaim tersebut.
"Para siswa mempelajari bahasa nasional, instrumen nasional, kaligrafi dan melukis, ilmu hukum dan berbagai kemampuan praktik di ruang kelas," tulis Xinhua mendeskripsikan aktivitas di Pusat Pelatihan dan Pendidikan Vokasi di Moyu.
Perwakilan 12 negara itu diklaim melakukan sesi tanya jawab dengan para siswa di pusat pelatihan tersebut sekaligus melakukan pengamatan.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China telah menyatakan bahwa Xinjiang terbuka untuk semua pihak. Mereka bahkan membuka akses bagi PBB untuk berkunjung, namun, dengan sebuah catatan.
"Siapa pun yang ingin mengunjungi Xinjiang harus mematuhi prinsip Piagam PBB dan tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain atau melanggar kedaulatan negara," tegas juru bicara Kemenlu China Lu Kang, Senin (7/1).
Dia menegaskan pihak yang berkunjung harus mengadopsi sikap objektif dan tidak memercayai prasangka sepihak.
Sebelumnya, juru bicara Kemenlu China Hua Chunying memberi teguran keras terhadap 15 duta besar untuk China yang menyatakan keprihatinan atas peristiwa di Xinjiang. Dalam surat yang ditulis pada November 2018, Kemenlu China menyebut tindakan tersebut sebagai sesuatu yang kasar dan tidak dapat diterima.