Kabar24.com, JAKARTA – Jurnalis Jamal Khashoggi bisa saja menahan kritiknya tentang Arab Saudi dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman dalam artikel-artikel yang dibuat semasa hidupnya. Tapi kepada sahabat, kolumnis The Washington Post ini membeberkan segalanya.
Sebelum dibunuh di kantor konsulat Saudi di Istanbul, Turki, awal Oktober silam, Khashoggi telah mengirimkan lebih dari 400 pesan melalui aplikasi WhatsApp kepada aktivis yang juga berasal dari Saudi dan saat ini tinggal di Montreal, Kanada, Omar Abdulaziz.
Oleh Khashoggi, Mohammed bin Salman, populer dengan sebutan MBS, digambarkan sebagai seorang “binatang buas” dan "pac-man" yang siap 'melahap' semua yang menghalangi jalannya, bahkan para pendukungnya.
Seperti dilaporkan secara eksklusif oleh CNN, pesan-pesan yang dikirimkan Khashoggi kepada Abdulaziz di antaranya berisikan rekaman suara, foto dan video, yang melukiskan gambaran seorang pria yang sangat terganggu oleh apa yang dianggapnya sebagai sifat buruk dari seorang Pangeran muda.
“Semakin banyak korban yang dia lahap, semakin banyak yang dia inginkan. Aku tidak akan terkejut jika penindasan ini akan mencapai bahkan pada mereka yang mendukungnya.” tulis Khashoggi dalam satu pesan yang dikirimkan pada Mei.
Menurut Abdulaziz, Khashoggi meyakini bahwa Mohammed bin Salman adalah masalah dan karenanya harus dihentikan.
Namun pada bulan Agustus, terbersit firasat bahwa percakapan mereka mungkin telah disadap oleh pihak otoritas Saudi. Yang terjadi selanjutnya bukan menjadi rahasia lagi, Khashoggi dibunuh dua bulan kemudian.
Pada Minggu (2/12/2018), Abdulaziz melancarkan gugatan hukum terhadap sebuah perusahaan asal Israel yang menemukan perangkat lunak yang ia yakini digunakan untuk meretas ponselnya.
“Peretasan ponsel saya memainkan peran besar dalam apa yang terjadi pada Jamal, saya benar-benar sedih untuk mengatakannya. Rasa bersalah ini begitu berat bagi saya,” ungkap Abdulaziz kepada CNN.
Rencana Kedua Teman
Abdulaziz mulai lantang berbicara menentang rezim Saudi sebagai mahasiswa di Kanada. Kritik tajamnya terhadap kebijakan pemerintahan menarik perhatian Saudi, yang membatalkan beasiswa universitasnya.
Pemerintah Kanada kemudian memberikan suaka kepadanya pada tahun 2014 dan membuatnya menjadi penduduk tetap tiga tahun kemudian.
Dalam percakapan mereka antara Oktober 2017 dan Agustus 2018, Khashoggi dan Abdulaziz menyusun rencana untuk membentuk kekuatan secara elektronik yang melibatkan para pemuda di negara asal mereka, Arab Saudi, serta menghilangkan prasangka propaganda negara di media sosial.
Hal ini direncanakan dengan memanfaatkan profil Khashoggi dan followers Abdulziz di Twitter.
Serangan digital, yang dinamai “cyber bees” telah muncul dari diskusi sebelumnya tentang menciptakan portal untuk mendokumentasikan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di tanah air mereka serta inisiatif untuk memproduksi film pendek untuk distribusi secara mobile.
“Kami tidak memiliki parlemen, kami hanya memiliki Twitter," kata Abdulaziz, dengan menambahkan bahwa Twitter juga merupakan senjata terkuat pemerintah Saudi.
“Twitter adalah satu-satunya alat yang mereka gunakan untuk melawan dan menyebarkan desas-desus mereka. Kami telah diserang, kami telah dihina, kami telah diancam berkali-kali, dan kami memutuskan untuk melakukan sesuatu.”
Skema pasangan teman ini melibatkan dua elemen kunci yang mungkin dianggap pemerintah Arab Saudi sebagai tindakan bermusuhan. Yang pertama melibatkan pengiriman SIM card asing ke warga pembangkang di Saudi sehingga mereka bisa menuliskan cuitan mereka tanpa dilacak.
Yang kedua adalah uang. Menurut Abdulaziz, Khashoggi menjanjikan uang muka sebesar US$30.000 dan berjanji untuk menggalang dukungan dari donor-donor kaya secara diam-diam.
Namun pada awal Agustus, Abdulaziz mengatakan menerima kabar dari Arab Saudi bahwa pejabat pemerintah mengetahui soal proyek online mereka. Kabar ini pun disampaikan kepada Khashoggi dan beberapa menit kemudian ia menuliskan “Tuhan tolong kami.”
Ponsel Diretas
Abdulaziz pertama kali berbicara secara terbuka tentang komunikasinya dengan Khashoggi bulan lalu setelah para peneliti di Citizen Lab University of Toronto melaporkan bahwa ponselnya telah diretas oleh spyware kelas militer.
Menurut Bill Marczak, seorang peneliti di Citizen Lab, perangkat lunak itu adalah penemuan sebuah perusahaan Israel bernama NSO Group, dan dikerahkan atas perintah pemerintah Arab Saudi.
Setidaknya dua pembangkang Saudi lainnya, ungkap Marczak, telah ditargetkan dengan perangkat NSO. Kedua orang itu adalah seorang aktivis bernama Yahya Assiri dan seorang anggota staf yang terlibat dalam pekerjaan Amnesty International di Arab Saudi.
Pada Minggu (2/12), pengacara Abdulaziz mengajukan gugatan hukum di Tel Aviv, menuding NSO telah melanggar hukum internasional dengan menjual perangkat lunaknya kepada rezim-rezim yang menindas, meskipun menyadari peringkatnya dapat digunakan untuk melanggar hak asasi manusia.
“NSO harus bertanggung jawab untuk melindungi kehidupan para pembangkang politik, jurnalis dan aktivis hak asasi manusia,” kata Alaa Mahajna, seorang pengacara yang bertindak atas nama Abdulaziz.
Sementara itu, NSO Group sejauh ini belum menanggapi permintaan untuk memberikan komentar mengenai isu tersebut. Namun NSO diketahui pernah menyatakan bahwa teknologinya memungkinkan lembaga-lembaga pemerintah untuk mengidentifikasi serta mendisrupsi teroris.
Fakta bahwa pada ponsel Abdulaziz didapati spyware berarti para pejabat Saudi akan dapat melihat sekitar 400 pesan antara Abdulaziz dan Khashoggi selama periode tersebut.
Pesan-pesan itu menggambarkan kekhawatiran Khashoggi akan nasib negaranya seiring dengan semakin kuatnya cengkeraman kekuasaan Mohammed bin Salman.
“Dia mencintai kekuatan, penindasan dan kebutuhan untuk mempertunjukkannya,” tulis Khashoggi tentang bin Salman, “Tapi tirani tidak kenal logika.”
Diselamatkan Khashoggi
Diskusi semacam itu dapat dianggap sebagai pengkhianatan di Arab Saudi, sebuah negara dengan salah satu catatan terburuk di dunia dalam hal kebebasan berbicara.
Mei lalu, lanjut Abdulaziz, dua utusan pemerintah Saudi meminta untuk bertemu dengannya di Montreal. Dia setuju dan mengatakan kepada CNN telah secara diam-diam merekam percakapan mereka yang berdurasi selama 10 jam.
Berbicara dalam bahasa Arab, orang-orang itu, yang disebut hanya sebagai Abdullah dan Malek, mengatakan kepada Abdulaziz bahwa mereka telah diutus atas perintah bin Salman sendiri. Bin Salman disebut oleh mereka memperhatikan kiprah Abdulaziz di Twitter-nya dan ingin menawarkan pekerjaan kepadanya.
"Kami datang kepada Anda dengan pesan dari Mohammed bin Salman dan jaminannya kepada Anda," kata salah seorang dari mereka.
Pesan yang direkam Abdelaziz jelas memperdengarkan hal itu. Padahal, pemerintah Arab Saudi selalu mengklaim bahwa sang Putra Mahkota tidak ada hubungannya dengan plot seperti yang mengarah pada kematian Khashoggi. Pihak Kerajaan menyalahkan insiden itu pada upaya rendisi gagal yang didalangi oleh penasihat dan bawahan dari staf keamanan.
Dengan dingin, kedua orang itu juga menyebutkan nama Saud al Qathani, salah satu orang kepercayaan Mohammed bin Salman, yang saat ini dipecat dari posisinya dan sedang menjalani penyelidikan di Arab Saudi di tengah klaim oleh pemerintah Turki bahwa ialah dalang pembunuhan Khashoggi.
"Jika Saud al Qathani sendiri mendengar nama Anda, ia akan segera tahu dan Anda dapat bertemu langsung dengan Pangeran Mohammed," kata seorang lelaki.
Kemudian mereka menyarankan Abdulaziz untuk mengunjungi kedutaan Saudi dan mengambil beberapa dokumen.
Mengenang pengalaman tersebut, Abdulaziz mengatakan bahwa hidupnya kemungkinan telah diselamatkan oleh saran Khashoggi. “Dia memberitahuku untuk tidak pergi dan hanya menemui mereka di tempat umum.”
Namun pada 2 Oktober 2018, Khashoggi melakukan yang sebaliknya. Ia memasuki kantor konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, dan saat itulah terakhir kali ia terlihat di dalam pesan WhatsApp-nya.