Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menggali adanya indikasi permintaan pihak-pihak tertentu untuk mengubah aturan tata ruang Bekasi. Hal tersebut, bertujuan mempermudah perizinan proyek Meikarta.
"Apakah ada atau tidak aliran dana untuk revisi Perda tentang tata ruang tersebut, tentu juga menjadi perhatian KPK," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (3/12/2018).
Hari ini KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap enam orang di mana dua di antaranya diperiksa sebagai sebagai tersangka dalam kelanjutan proses penyidikan kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Empat orang saksi diperiksa untuk tiga orang tersangka, yakni Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), dan Taryudi (Konsultan Lippo Grup).
Berikut nama-nama terperiksa untuk kasus dugaan suap Meikarta:
• Ida Basuki, staf Dinas PMPTSP
• Jejen Sayuti, Pimpinan DPRD Bekasi
• Waras Wasisto, DPRD Provinsi Jawa Barat
• Taryudi, Konsultan Lippo Grup
• Henry Jasmen, Pegawai Lippo Grup
• Fitra Djaja Kusuma, Konsultan Lippo Grup
Pada pemeriksaan beberapa waktu lalu, KPK melakukan konfirmasi dan pendalaman terkait dengan beberapa keterangan terkait dengan kewenangan Bupati Bekasi dalam proses perizinan Meikarta. KPK juga mempertajam dan memperdalam dugaan pelanggaran aturan yang terjadi.
Sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu sebagai pihak pemberi, Billy Sindoro, Direktur Operasional PT Lippo Grup; Taryudi, Konsultan Lippo Grup; Fitra Djaja Kusuma, Konsultan Lippo Grup; dan Henry Jasmen, Pegawai Lippo Grup.
Sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka sebagai berikut, yaitu Neneng Hasanah Yasin, Bupati Bekasi; Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
Pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.