Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peneliti LIPI Sebut Gerakan 212 untuk Merawat Konstituen Prabowo Subianto

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir menilai gerakan 212 merupakan upaya merawat loyalitas konstituen calon presiden Prabowo Subianto dengan isu keagamaan.
Calon Presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto (kiri) saat mengahdiri deklarasi dukungan Komando Ulama Pemenangan Prabowo-Sandi (Koppasandi) di Jakarta, Minggu (4/11/2018)./ANTARA-Dhemas Reviyanto
Calon Presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto (kiri) saat mengahdiri deklarasi dukungan Komando Ulama Pemenangan Prabowo-Sandi (Koppasandi) di Jakarta, Minggu (4/11/2018)./ANTARA-Dhemas Reviyanto

Kabar24.com, JAKARTA — Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir menilai gerakan 212 merupakan upaya merawat loyalitas konstituen calon presiden Prabowo Subianto dengan isu keagamaan.

Seperti diketahui, gerakan tersebut hadir pada akhir 2016 atas reaksi terhadap pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dinilai menista agama.

Gerakan itu akhirnya digunakan sebagai instrumen politik elektoral dalam konteks pemilu kepala daerah Jakarta dan berhasil memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yang berafiliasi dengan Partai Gerindra besutan Prabowo.

“Memang ini untuk merawat konstituennya Prabowo dengan isu-isu keagamaan,” ujarnya dalam sebuah diskusi yang digelar Populi Center, Kamis (29/11/2018).

Dia pun menjelaskan gerakan 212 adalah jalan bagi Islam konservatif  untuk bisa masuk ke dalam arena politik formal. Isunya jelas, politik identitas yang dibaurkan dengan isu perjuangan kelas.

“Mereka bisa masuk partai politik Islam atau sekuler tapi yang oposan Jokowi. Mereka menggambarkan Jokowi tidak berpihak pada umat Islam juga digambarkan Jokowi pro kapitalisme atau pro investasi asing. Campuran ini digunakan bersamaan antara isu keagamaan dan juga isu sosial politik,” ujarnya.

Oleh karena itu, Amin khawatir gerakan tersebut  membuat pejabat publik yang jelas punya kinerja baik dan terbukti secara objektif tidak mendapatkan suara di masyarakat.

Sebabnya, spirit atau semangat gerakan 212 kerap dibawa di beberapa pemilu kepala daerah di Indonesia meski tidak semua hasilnya seperti yang terjadi di Jakarta.

“Karena justru politisi yang mengandalkan isu, baik isu agama  maupun  isu ketersingkaran ekonomi yang mendapatkan suara dari para pemilih. Akibatnya kita tidak mendapatkan para pejabat publik yang berkualitas. Yang muncul adalah para pejabat yang hanya bisa memobilisasi sentiment keagamaan,” katanya menjelaskan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper