Bisnis.com, SOLO - Serangan macan tutul Gunung Lawu terhadap puluhan ekor kambing milik warga Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah sempat mengundang pertanyaan. Pasalnya, hewan-hewan ternak tersebut tidak dimakan melainkan diserang di bagian lehernya.
Hal itu pula yang membuat Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jateng, Suharman, meragukannya. Namun, ada penjelasan ilmiah yang memungkinkan seekor macan tutul tidak memakan mangsanya secara utuh. Dr. Ali Imron dari Laboratorium Satwa Liar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) meyakini bahwa kejadian yang di Karanganyar itu adalah macan tutul Jawa.
“Menurut saya setelah saya membaca artikel menurut saya dia adalah macan tutul [Panthera pardus melas]. Karena di lereng Lawu masih ada laporan keberadaan macan tutul hingga saat ini,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (24/11/2018).
Ali Imron mengatakan bahwa perilaku predator di alam bebas yakni memakan organ dalam dari mangsa yang ditarget. Hal ini menjelaskan mengapa macan itu tidak memakan tubuh hewan yang dimangsa secara utuh.
“Saya kira bukan menghisap darah, tapi membunuh dengan menyerang tengkuknya. Memang perilaku predator kebanyakan malah mengkonsumsi organ-organ dalam dahulu daripada harus membawa mangsanya,” ujarnya.
Menurut Ali, perilaku predator terutama macan tutul bisa didekteksi melalui jejak di lapangan. “Bisa dijadikan sampel bukti bahwa ada jejak hewan seperti apa. Kita ketahui bahwa anjing hutan mempunyai kuku yang amat tajam, jadi antara macan tutul dengan anjing hutan mempunyai ciri yang amat berbeda,” kata Ali.
Ali Imron berharap BKSDA memasang kamera trap guna bisa menganalisa predator jenis apa yang kerap menyambangi pemukiman warga. “Harusnya ada kamera trap dipasang disetiap sudut, itu dapat memudahkan orang yang di lapangan mengetahui predator jenis apa dengan cepat,” kata dia.
Dugaan Ali Imron ini sejalan dengan keterangan yang Sayem, warga Dusun Gondangtelan, RT 002/RW 006, Desa Wonorejo, yang mengaku melihat sendiri saat macan menerkam kambingnya, Kamis (22/11/2018) malam pukul 23.30 WIB. Enam dari total tujuh ekor kambing milik Sayem diterkam macan.
"Mireng 'kluthek' [dengar suara] teng wingking [di belakang/dapur]. Kewan niku nembe nguweki mendo [hewan itu lagi menerkam kambing]. Dengak-dengak macan teng nduwure mendo [macan menerkam dan mengoyak kambing]. Ajeng kula tomprang [mau saya gebuk], macane iber [macan lari]. Macane sak mendo radi ageng [macan sebesar kambing agak lebih besar]. Totol-totol. Kula mbengok 'laeeee tulungono' pas macane iber [saya teriak minta tolong setelah macan lari]," cerita Sayem sembari sesenggukan, Jumat.
Lima dari enam kambing yang diterkam mati sedangkan satu ekor kambing sekarat. Warga berinisiatif membeli kambing sekarat dan disembelih. Warga berpatungan dan membayar Sayem Rp400.000 untuk seekor kambing.