Bisnis.com, JAKARTA -- Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengatakan tidak ada yang serius dalam pembicaraan dirinya dengan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso terkait proyek PLTU Riau.
"Hanya pembicaraan teknis, tidak ada yang serius," ujar Sofyan usai diperiksa KPK sekitar empat jam, Jumat (28/9/2018).
Sementara itu, terkait dengan terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo, Sofyan mengatakan terdapat pertemuan yang dilakukan di DPR RI. Namun, lanjut Sofyan, bukan untuk membicarakan PLTU Riau-1.
"Membicarakan tingkat suku bunga," ujarnya.
Beberapa saat sebelum diperiksa, Sofyan Basir mengatakan pertemuan terkait proyek PLTU Riau-1 pernah terjadi, yakni pada awal-awal proyek tersebut mulai dibahas.
"Pas awal-awal," ujar Sofyan Basir singkat, Jumat (28/9/2018).
Namun, Sofyan membantah bahwa pertemuan tersebut berkaitan dengan masalah pembagian fee proyek.
Pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan ketiga KPK terhadap orang nomor satu PT PLN tersebut dalam kelanjutan proses penyidikan kasus dugaan suap kerja sama proyek PLTU Riau-1.
Sofyan terakhir kali diperiksa KPK pada 7 Agustus 2018, sebagai penjadwalan ulang dari panggilan 31 Juli 2018. Saat itu, usai pemeriksaan Sofyan Basir mengatakan dirinya tidak menerima aliran dana terkait dengan proyek PLTU Riau-1.
KPK menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini, yakni Eni Maulani Saragih dari Komisi VII DPR RI dan Idrus Marham, mantan Menteri Sosial RI yang selama ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
Sementara itu, Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd., telah dijadikan terdakwa dalam kasus ini.
Senin (24/9/2018) lalu, KPK melalui Jaksa Penuntut Umum melimpahkan dakwaan dan berkas perkara untuk terdakwa kasus PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo, ke pengadilan.
Sebelumnya, berkas dan tersangka telah dilimpahkan oleh penyidik KPK pada 10 September 2018.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (25/9/2018), menyebutkan bahwa saat menjadi tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC).
Namun, KPK menyatakan akan mencermati kembali hal tersebut di persidangan terkait dengan keseriusan terdangka.
"Karena syarat penting dapat dikabulkan sebagai JC adalah mengakui perbuatan, membuka peran pihak lain seterang-terangnya. Konsistensi dan sikap kooperatif di sidang juga menjadi perhatian KPK," ucap Febri.