Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus PLTU Riau-1: KPK Tunggu Jadwal Persidangan Johannes Kotjo

Pada Senin (24/9/2018) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Jaksa Penuntut Umum melimpahkan dakwaan dan berkas perkara untuk terdakwa Johannes Kotjo ke pengadilan.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara Febri Diansyah memberikan keterangan tentang penetapan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4)./Antara-Sigid Kurniawan
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara Febri Diansyah memberikan keterangan tentang penetapan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4)./Antara-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pada Senin (24/9/2018) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Jaksa Penuntut Umum melimpahkan dakwaan dan berkas perkara untuk terdakwa Johannes Kotjo ke pengadilan.

Sebelumnya, berkas dan tersangka telah dilimpahkan oleh penyidik KPK pada 10 September 2018.

"Selanjutnya kami menunggu jadwal persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk terdakwa pertama di kasus PLTU Riau 1 ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (25/9/2018).

Dia melanjutkan, berdasarkan informasi dari penyidik, saat menjadi tersangka Johannes Budosutrisno Kotjo mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Namun, KPK menyatakan akan mencermati kembali hal tersebut di persidangan terkait dengan keseriusan terdangka.

"Karena syarat penting dapat dikabulkan sebagai JC adalah mengakui perbuatan, membuka peran pihak lain seterang-terangnya. Konsistensi dan sikap kooperatif di sidang juga menjadi perhatian KPK," ucap Febri.

Johannes ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 15 Juli 2018, setelah sehari sebelumnya, selain mengamankan pemegang saham BlackGold Natural Resources tersebut, KPK mengamankan Eni Maulani Saragih, anggota Komisi VII DPR RI, di rumah mantan Menteri Sosial Idrus Marham yang kini menjadi tersangka.

Dalam pengembangannya, sejauh ini KPK sudah memberlakukan larangan bepergian ke luar negeri terhadap dua orang dalam kasus PLTU Riau-1.

Pada 17 September 2018, KPK mencekal pemilik PT Borneo Lumbung Energy, Samin Tan. Satu hari kemudian, tepatnya 18 September 2018, KPK kembali mencekal seorang direktur di perusahaan tersebut, yaitu Neni Afwani.

Pencekalan diberlakukan selama 6 bulan ke depan.

"Pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk membantu proses penyidikan agar saat dibutuhkan keterangan saksi, yang bersangkutan tidak sedang berada di luar negeri," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di KPK, Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Tiga orang tersangka telah ditetapkan KPK dalam kasus ini, yakni Eni Maulani Saragih dari Komisi VII DPR RI, Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd, dan Idrus Marham, Menteri Sosial RI yang selama ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.

Sejumlah pun pihak telah diperiksa, yakni perusahaan dan anak perusahaan BUMN, perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerjasama PLTU Riau 1, Kepala Daerah, dan tenaga ahli.

KPK masih menggali proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1. Skema kerja sama dalam kasus PLTU Riau-1 juga menjadi fokus KPK.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih dan Idrus Marham disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Nancy Junita
Sumber : KPK, Bisnis.com

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper