Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengakui masih ada beberapa kendala yang dihadapi dalam menangani kasus pelanggaran HAM berat karena sulitnya mencari bukti dan fakta dari masa lalu.
Jaksa Agung, H.M Prasetyo mengungkapkan insiden pelanggaran HAM berat tersebut terjadi sudah cukup lama, sehingga dibutuhkan waktu yang lama bagi tim penyelidik untuk menemukan bukti dan fakta terkait kasus tersebut. Menurutnya, Kejaksaan Agung tidak bisa memproses kasus pelanggaran HAM berat itu jika masih berlandasan asumsi maupun opini dari sejumlah kelompok masyarakat.
"Ini masalah waktu saja untuk mencari bukti-bukti yang ada. Jadi di dalam ranah hukum kita tidak bisa berjalan atas dasar asumsi dan opini, tetapi harus ada bukti dan fakta," tuturnya, Jumat (20/7/2018).
Menurutnya, Kejaksaan Agung tidak akan berhenti bekerja untuk mencari bukti dan fakta atas perkara pelanggaran HAM berat tersebut. Dia memastikan pihaknya sudah menginstruksikan jajarannya untuk terus bekerja menuntaskan kasus itu.
"Memang untuk mencari bukti-buktinya tentu tidak mudah. Tetapi kami akan terus bekerja, kita lihat saja nanti," katanya.
Sebelumnya Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melaporkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo ke Komisi Kejaksaan atas penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Berdasarkan kajian Kontras dan Komnas HAM sepanjang 2002-2016 ada sekitar 7 berkas perkara pelanggaran HAM yang telah diserahkan Komnas HAM kepada Jaksa Agung selaku penyidik.
Ketujuh berkas perkara tersebut adalah peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II, Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan orang secara paksa tahun 1997−1998, Talangsari Lampung 1989, Penembakan misterius 1982−1985, peristiwa 1965−1966, serta Wasior 2001 dan Wamena 2003.