Bisnis.com, JAKARTA – Tiga pengusaha lokal yang digugat Hugo Boss Trade Mark Management GmbH & Co. KG akhirnya dapat bernapas lega, setelah majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan gugatan dari perusahaan fesyen asal Metzingen, Jerman itu.
Dalam perkara yang terdaftar dengan No. 7/Pdt.Sus-KHKI/Merek/2018/PN Niaga Jkt.Pst pada 21 Februari 2018, Hugo Boss Trade Mark Management GmbH & Co. KG menggugat tujuh merek terdaftar milik Anthony Tan (tergugat I), Eric Steven Tan (tergugat II), dan Patty Legana (tergugat III).
Selain itu, pemerintah c.q. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual c.q. Direktorat Merek dan Indikasi Geografis juga ikut sebagai turut tergugat.
Lazuardi, kuasa hukum tergugat (I, II, dan III) mengatakan bahwa majelis hakim yang diketuai oleh Agustinus Setya Wahyu Triwiranto menolak permohonan gugatan dari Hugo Boss (tergugat) atas pertimbangan eksepsi gugatan yang tidak dapat diterima dalam acara hukum perdata.
“Eksepsi tidak dapat diterima karena adanya kumulasi gugatan. Itu tidak boleh atau tidak bisa diterima dalam hukum perdata oleh majelis hakim,” kata Lazuardi kepada Bisnis, Senin (9/7).
Dia menjelaskan bahwa keputusan hakim dalam persidangan Kamis (5/7) lalu itu, berpedoman pada Niet Onvantkelijke Verklaard (NO) dalam bahasa Belanda yang berarti eksepsi tidak dapat diterima karena Hugo Boss menggugat tiga orang dengan lima merek daftar berbeda.
“Makanya itu dinamakan kumulasi gugatan. Penggabungan gugatan itu tidak bisa diterima dalam hukum perdata, ada subjek berbeda dan objek hukumnya berbeda. Semestinya satu gugatan saja,” kata pengacara dari Kantor Hukum HNH & Partner ini.
Kendati demikian, lanjutnya, apabila Hugo Boss ingin mendaftarkan permohonan lagi dengan satu gugatan pada suatu hari nanti, pihaknya tetap berkeyakinan bisa lolos dari gugatan tersebut.
Pasalnya, kata Lazuardi, elemen kata dari Hugo itu bukan hak eksklusif milik penggugat. Kata Hugo, lanjutnya, merupakan kata generik sesuai dengan Pasal 22 UU No. 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Menurut dia, pengertian kata generik berdasarkan UU tersebut adalah setiap orang dapat mengajukan permohonan merek dengan menggunakan nama generik atau menambahkan kata lain sepanjang ada unsur pembeda.
Dalam hal ini, tergugat I dan II menggunakan kata Hugo Select Line ditambah lukisan, Hugo Selection, Hugoclassic, dan Hugo Man. Menurutnya, penggunaan kata Hugo oleh kliennya tidak ada persamaan pokok, tulisan kata berbeda, dan bunyi mereknya juga berbeda.
“Selain generik, nama kata Hugo juga sudah umum dipakai oleh pengusaha di Indonesia. Dalam pencarian kami, ada sekitar puluhan, bisa sampai 50 pengusaha yang menggunakan kata Hugo. Kalau di dunia hampir ada 500 pengusaha yang menggunakan kata Hugo,” ujarnya.
MENERIMA PUTUSAN
Terpisah, kuasa hukum Hugo Boss Bintang Leo A. Naibaho mengatakan, pihaknya menerima putusan dari majelis hakim terkait dengan gugatan yang diperkarakan tersebut.
“Hakim kan menolak isi eksepsi, bukan pokok perkara. Jadi, kami masih berdiskusi dulu dengan tim, apa langkah selanjutnya. Kami baru mengirim hasil laporan persidangan ke klien kami di Jerman,” kata kuasa hukum dari K&K Advocates ini.
Menurut Leo, timnya baru bisa bersikap apabila kliennya membalas jawaban melalui surat elektronik dengan pilihan mendaftarkan gugatan baru atau melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Hugo Boss menggugat tujuh merek milik tergugat I, II, dan III, yakni Hugo Select Line, Hugo Selectline+Lukisan, dan Hugo Selection (milik tergugat I). Kemudian, merek Hugoclassic dan Hugo Man (milik tergugat II). Selanjutnya, merek Hugo Active dan Hugo Street (milik tergugat III). (lihat info grafis)
Dalam berkas gugatan yang diperoleh Bisnis, penggugat mengatakan bahwa merek Hugo Boss dan beragam variasi merek lainnya yang mengandung varian kata Hugo dan/atau Boss milik penggugat merupakan merek yang telah terdaftar pertama kali di Hong Kong pada 1985.
Penggugat menilai pendaftaran merek yang dilakukan oleh tergugat tidak mempunyai iktikad baik. Tergugat diklaim telah membonceng keterkenalan merek Hugo Boss dengan mencantumkan kesamaan nama sehingga bisa memicu kebingungan konsumen Hugo Boss.
Penggugat saat itu menyatakan bahwa merek milik para tergugat memiliki kesamaan merek dalam kelas 3, 18, 24, dan 25 dengan milik penggugat di Direktorat Merek dan Indikasi Geografis, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Hugo Boss mendaftarkan mereknya di Indonesia, pertama kali pada 24 Januari 1989 dengan nomor pendaftaran 245294 untuk melindungi jenis barang dan/atau jasa yang terdapat dalam kelas 3, 18, 24, dan 25.
Jenis barang pada kelas 3, yakni minyak wangi, minyak rambut, bedak wangi, krem muka, krim kulit, shampoo, tapal gigi, sabun cuci, sabun wangi, dan obat keriting rambut.
Kemudian, jenis barang pada kelas 18, yakni tas, koper, dan dompet. Sementara itu, jenis barang pada kelas 24, yakni barang-barang tenunan, tekstil, handuk, selimut, kain sprei, sapu tangan dan selendang. Terakhir, jenis barang pada kelas 25, yakni dasi dan topi.
Pendaftaran/sertifikat merek tersebut juga telah diperpanjang oleh penggugat
yang masing-masing dengan nomor IDM000202212, IDM000202213, IDM000202214, dan IDM000202215 tertanggal 28 April 2009.
Untuk memperkuat gugatannya, Hugo Boss bahkan menggunakan hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Daya Makara Universitas Indonesia pada 2017 yang menyatakan bahwa merek Hugo Boss adalah merek terkenal.
Untuk diketahui, Hugo Boss Trade Mark Management GmbH & Co. KG tercatat dua kali menang kasasi di Mahkamah Agung melawan pengusaha lokal pada 2017 lalu.
Selain mengalahkan pemilik merek ZegoBoss, perusahaan asal Jerman itu juga menang dalam upayanya membatalkan merek Hugo Hugo Sport milik Teddy Tan.