Bisnis.com, AS - Cambridge Analytica, perusahaan yang terlibat dalam kontroversi atas penanganan data pengguna Facebook dan disewa oleh pihak kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2016, dan perusahaan induknya, SCL Elections, segera tutup setelah mengalami penurunan tajam dalam bisnis, demikian perusahaan tersebut, Rabu (3/5/2018).
Perusahaan itu akan memulai proses kepailitan, katanya, setelah kehilangan klien dan menghadapi biaya hukum yang meningkat akibat skandal laporan perusahaan yang mengambil data pribadi jutaan pengguna Facebook mulai 2014.
“Kepungan pemberitaan media telah menjauhkan secara virtual hampir semua pelanggan dan pemasok," demikian dalam pernyataan itu.
"Akibatnya, perusahaan tersebut ditetapkan tidak lagi dapat melanjutkan operasi bisnis, yang meninggalkan 'Cambridge Analytica' tanpa alternatif yang realistis untuk menempatkan perusahaan ke dalam administrasi," lanjutnya
Tuduhan penggunaan data yang tidak tepat pada 87 juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica, yang disewa oleh pihak kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2016, merugikan saham jaringan sosial terbesar di dunia tersebut dan mendorong beberapa penyelidikan resmi di Amerika Serikat dan Eropa.
“Selama beberapa bulan terakhir, Cambridge Analytica menjadi subyek banyak tuduhan tidak berdasar dan, di samping upaya perusahaan untuk memperbaiki catatan, perusahaan difitnah untuk kegiatan yang tidak hanya legal, tetapi juga diterima secara luas sebagai komponen standar iklan berjejaring di arena politik dan komersial," demikian pernyataan perusahaan.
Perusahaan itu tutup pada Rabu (2/5/2018) secara efektif dan karyawan telah diberitahu untuk menyerahkan komputer mereka, demikian laporan awal Wall Street Journal.
Tanda Cambridge Analytica dihapus dari area penerimaan tamu kantornya di London pada Rabu (2/5/2018). Di kantor SCL Washington, seorang pria menolak memberikan komentar.
Setelah pengumuman itu, regulator data Inggris mengatakan akan melanjutkan penyelidikan sipil dan kriminal pada perusahaan itu dan akan mengejar individu dan direksi yang bersangkutan di samping adanya penutupan kantor.
“Kami juga akan memantau dengan seksama setiap perusahaan penerus yang menggunakan kekuatan kami untuk mengaudit dan memeriksa, untuk menjamin publik terlindungi,” kata juru bicara Kantor Komisi Informasi dalam sebuah pernyataan.
Cambridge Analytica dibangun sekitar 2013 pada awalnya dengan fokus pada pemilihan AS, dengan US$15 juta dukungan dari miliarder pendonor Republik Robert Mercer dan sebuah nama dipilih oleh penasihat Gedung Putih Trump masa depan, Steve Bannon, demikian laporan New York Times.
Cambridge Analytica memasarkan diri sebagai penyedia penelitian konsumen, iklan yang ditargetkan, dan layanan terkait data lainnya, baik untuk klien politik maupun perusahaan.
Setelah Trump memenangkan kekuasaan Gedung Putih pada 2016, sebagian dengan bantuan perusahaan, pemimpin eksekutif "Cambridge Analytica" Alexander Nix menyasar ke lebih banyak klien untuk mempromosikan layanannya, menurut laporan "Times" tahun lalu. Perusahaan itu membanggakan pihaknya bisa mengembangkan profil psikologis konsumen dan pemilih yang merupakan "saus rahasia" yang digunakan untuk mempengaruhi mereka lebih efektif ketimbang periklanan tradisional.
Satu pertanyaan yang belum terjawab dalam penyelidikan Penasihat Khusus Robert Mueller tentang adanya kolusi antara kampanye Trump dan Rusia adalah apakah Badan Riset Internet Rusia atau intelijen Rusia telah menggunakan data yang diperoleh "Cambridge Analytica" dari "Facebook" atau sumber lain untuk membantu menarget dan pesan waktu selama kampanye yang anti-Hillary Clinton, pro-Trump dan secara politis dan rasial.
Bannon adalah mantan wakil presiden dari firma yang berbasis di London, dan Mueller telah meminta untuk menyediakan dokumen internal tentang bagaimana data dan analisisnya digunakan dalam kampanye Trump, menurut sumber yang mengetahui soal penyelidikan.