Bisnis.com,JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini penetapan status tersangka terhadap Calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus sesuai prosedur.
Tersangka yang merupakan mantan Bupati Kepulauan Sula, Maluku Utara menilai penetapan status tersangka atas dirinya tidak sah. Ahmad Mus, yang terbelit perkara korupsi pengadaan lahan pembangunan Bandara Bobong itu, pun mengajukan permohonan praperadilan.
Dalam permohonan praperadilan tersebut, kubu Ahmad Hidayat Mus menilai penetapan status tersangka yang dilakukan KPK tidak melalui proses penyidikan.
Selain itu, lembaga penegak hukum tersebut juga tidak berhak menetapkan status tersangka berdasarkan prinsip nibis in idum yang berarti seseorang tidak dapat disangkakan dalam perkara yang sama setelah berkekuatan hukum tetap.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan bahwa dalam jawaban terhadap permohonan praperadilan, komisi tersebut menyatakan bahwa pihak pemohon tidak memahami ketentuan khusus yang terdapat dalam UU KPK.
Ketentuan itu menyebutkan bahwa KPK dapat melakukan upaya pengumpulan bahan bukti dan keterangan dalam proses penyelidikan.
Baca Juga
“Begitu kita temukan minimal dua alat bukti, langsung dinaikkan status perkaranya ke penyidikan dan menetapkan status tersangka,” tuturnya, Rabu (18/4/2018).
Terkai prinsip nibis in idum, menurutnya Ahmad Hidayat Mus masih bisa disangkakan dalam perkara korupsi tersebut karena sebelumnya, perkara yang disidik oleh Polda Maluku Utara tersebut mentah di tengah jalan ketika politisi tersebut memenangi praperadilan di Pengadilan Negeri Ternate.
Menurutnya, putusan praperadilan bukanlah putusan mengenai pokok perkara sebagaimana yang dimaksud dalam prinisp nibis in idum, sehingga KPK yang mengambil alih perkara tersebut bisa menetapkan status tersangka kepada Ahmad.
Ahmad Hidayat Mus selaku Bupati Kepulauan Sula, Maluku Utara periode 2005-2010 bersama-sama dengan adiknya Zainal Mus yang juga menjadi Ketua DPRD pada masa itu diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi kala melakukan pembebasan lahan Bandara Bobong yang kini masuk dalam wilayah Kabupaten Taliabu.
Kabupaten Taliabu ketika itu masih masuk dalam Kabupaten Kepulauan Sula.
Kedua tersangka diduga melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri untuk tahun anggaran 2008. Adapun kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan korupsi ini mencapai Rp3,4 miliar berdasarkan perhitungan BPK.
Diduga kuat pengadaan pembebasan lahan di Bobong pada APBD 2008 merupakan pengadaan fiktif. Pasalnya, pemerintah daerah setempat seakan-akan membeli tanah yang dibeli dari masyarakat padahal tanah tersebut milik Zainal Mus.
Selain perkara Abdul Mus, KPK juga tengah menghadapi gugatan praperadilan Asrun, calon Gubernur Sulawesi Tenggara yang merupakan mantan Wali Kota Kendari.
Dia diciduk bersama putranya Adriatama Dwi Putra, saat ini tercatat sebagai Wali Kota Kendari, dalam perkara penerimaan gratifikasi untuk mencari dana kampanye.