Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICW Bersikukuh Penegak Hukum Bisa Selidiki Lelang Gula Rafinasi

Indonesia Corruption Watch mendukung upaya KPK merekomendasikan penghentian lelang gula rafinasi melalui pasar lelang komoditas.
Alat khusus pengangkat mengatur tumpukan karung berisi gula rafinasi di salah satu pabrik di Makassar, Sulsel, beberapa waktu lalu./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Alat khusus pengangkat mengatur tumpukan karung berisi gula rafinasi di salah satu pabrik di Makassar, Sulsel, beberapa waktu lalu./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.,com,JAKARTA - Indonesia Corruption Watch mendukung upaya KPK merekomendasikan penghentian lelang gula rafinasi melalui pasar lelang komoditas.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan  pihaknya sepakat dengan pandangan KPK terkait dengan tender gula rafinasi. Poin tersebut juga tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

“Bahkan kalau menurut ICW, kebijakan itu bisa dibawa ke ranah pidana korupsi sepanjang ada niat yang tida benar dalam menyusun kebijakan,” ujarnya, Senin (2/4/2018).

Seperti diketahui, KPK melayangkan surat ke Kementerian Perdagangan dan menyatakan  pasar lelang gula rafinasi menimbulkan tabahan biaya bagi pelaku industri besar yang selama ini telah bertransaksi secara business to business dengan importir gula rafinasi. Tambahan biaya yang muncul, berpotensi dibebankan ke konsumen.

Pasar lelang juga dianggap tidak serta merta menyediakan kesempatan yang sama kepada usaha kecil dan menengah untuk memperoleh gula rafinasi karena adanya minumum pembelian sebesar 1 ton yang mesti dipenuhi oleh usaha kecil.

Selain itu, KPK juga beranggapan upaya pengawasan atas perdagangan gula rafinasi tidak harus dilakukan dengan membentuk pasar. Kemendag dapat melakukan monitoring dan evaluasi atas stok dan perdagangan gula rafinasi dengan memanfaatkan data dan informasi dari produsen atau industri pengguna. Hal serupa juga dapat dilakukan terhadap distributor gula rafinasi.

Egi Primayogha, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, proses penunjukkan penyelenggara pasar lelang berjalan cepat dan diindikasikan tidak transparan. Peraturan Menteri Perdagangan No. 16/M-DAG/PER/3/2017 dikeluarkan pada 15 Maret 2017 dan dalam selang waktu kurang dari dua bulan, yaitu 12 Mei 2017, penyelenggara lelang telah ditetapkan.

“Dari enam perusahaan yang mendaftar, hanya perusahaan berinisial PT PKJ yang berhasil lolos cek teknis. Lolosnya PT PKJ pada tahapan tersebut yang lalu memunculkan pertanyaan karena diketahui merupakan perusahaan yang belum genap satu tahun berdiri saat penunjukkan,” ujarnya, Jumat (30/3/2018).

Dia melanjutkan, akta perusahaan PT PKJ menunjukkan  perusahaan tersebut berdiri pada 29 November 2016. Ditunjuknya PT PKJ bertentangan dengan Perpres No. 4/2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres no 54 tahun 2010.

Dalam Perpres ini khususnya pada Pasal 19 ayat 1 mensyaratkan adanya keahlian, pengalaman, dan kemampuan teknis bagi penyedia barang/jasa pemerintah dan ayat 2 juga menyebut  penyedia barang/jasa harus memperoleh paling kurang satu pekerjaan penyedia barang/jasa dalam kurun waktu empat tahun terakhir.

Lanjutnya, indikasi tidak transparannya penyelenggaraan lelang juga ditemukan ketika mengakses situs resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Namun ketika diakses dengan kata kunci yang berkaitan seperti gula kristal rafinasi, tidak ditemukan informasi mengenai penyelenggaraan lelang.

Selain itu, pihaknya menilai ada pula potensi hilangnya penerimaan negara dalam lelang gula rafinasi ini. Pasalnya, tutur dia, Permendag No. 16/M-DAG/PER/3/2017 memberikan keleluasaan kepada penyelenggara lelang gula kristal rafinasi untuk mengenakan biaya transaksi. Namun, belum diketahui secara pasti jumlah biaya transaksi yang akan dikenakan oleh PT PKJ.

“Terdapat informasi yang menyebut  besaran biaya transaksi tertera dalam pertemuan yang melibatkan pemangku kepentingan seperti penjual, pembeli, dan PT PKJ. Informasi di beberapa media massa menyebut biaya transaksi berjumlah total Rp200.000 per ton, dengan rincian Rp50.000 bagi pembeli, dan Rp150.000 untuk penjual. Informasi lain juga menyebut biaya transaksi per ton yang dikenakan kepada pembeli mencapai Rp.85.000,” katanya.

Dalam pemberitaan, katanya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, untuk menutupi kebutuhan industri berupa gula rafinasi, pemerintah akan mengimpor sebanyak 3,5 juta – 4 juta ton.

Menurut dia, bila mengambil asumsi tengah kebutuhan gula rafinasi sebanyak 3 juta ton, maka penyelenggara lelang dapat memperoleh penerimaan sebesar Rp255 miliar. Penerimaan tersebut, belum termasuk biaya lainnya seperti biaya kepesertaan, biaya keanggotaan, dan sebagainya. Penyelenggara lelang juga dapat menaikkan besaran biaya sewaktu-waktu.

Hal lain adalah indikasi ketidakjelasan kontrak atau perjanjian tertulis antara Kementerian Perdagangan dan PT PKJ. Perpres No. 4/2015 telah mengatur mengenai adanya keharusan kontrak/perjanjian tertulis dalam hal telah ditetapkannya pemenang lelang. Adanya kontrak akan memberikan kejelasan mengenai hubungan timbal balik antar aktor pemerintah dan swasta, sehingga potensi penerimaan negara yang didapat melalui pasar lelang komoditas tidak serta merta hilang atau berpindah sepenuhnya ke PT PKJ.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper