Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi menilai Osama bin Laden sukses menciptakan konflik antara Timur Tengah dan negara-negara Barat, termasuk antara Arab Saudi dengan AS.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengatakan mantan pemimpin Al-Qaeda itu ingin membuat iklim yang kondusif untuk mengembangkan paham radikalnya.
"[Osama bin Laden membuat konflik antara negara-negara Barat dan Arab Saudi] Dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk merekrut dan menyebarkan paham radikalnya bahwa dunia Barat ingin menghancurkan kami. Dia sukses dalam menciptakan perpecahan ini," ujarnya kepada CBS News, seperti dikutip Bisnis, Selasa (20/3/2018).
Mohammed bin Salman mengklaim pihaknya sedang melakukan banyak hal untuk mengubah hal itu dalam tiga tahun terakhir.
Dia juga menyinggung Iran yang dinilainya memiliki peran penting dalam penyebaran ideologi Islam radikal. Menurutnya, banyak operasional Al-Qaeda yang dilakukan di Iran dan dilindungi pemerintah setempat.
Pemerintah Iran diklaim menolak mengekstradisi orang-orang Al-Qaeda ke AS, termasuk anak Osama bin Laden yang sekarang menjadi pemimpin organisasi itu. Mohammed bin Salman mengingatkan Iran bahwa negara tersebut tidak sebanding dengan Arab Saudi dalam hal kekuatan militer maupun ekonomi.
"Iran bukan rival Arab Saudi. Militernya tidak termasuk dalam lima pasukan militer ternama di dunia Muslim. Ekonomi Arab Saudi lebih besar dari ekonomi Iran. Iran jauh dari setara dengan Arab Saudi," tuturnya.
Pemimpin Agung Iran Ayatollah Khamenei disebutnya sebagai Hitler baru dari Timur Tengah karena dinilai ingin berekspansi di Timur Tengah. Mohammed bin Salman menyatakan banyak negara di Eropa yang awalnya tidak sadar betapa berbahayanya Hitler dan dia tidak ingin hal yang sama terjadi di kawasan itu.
"Arab Saudi tidak ingin mengembangkan nuklir. Tetapi, kami akan melakukan itu tanpa ragu jika Iran terus melanjutkan program pengembangan nuklirnya," tegasnya.
Ideologi Iran pun dituding sudah masuk ke beberapa bagian Yaman. Inilah yang membuat Arab Saudi terus menyerang Yaman dan memblokir pelabuhan penting di negara tetangganya itu.
Penutupan pelabuhan membuat bantuan kemanusiaan, mencakup makanan dan obat-obatan, terhambat masuk ke Yaman sehingga membuat penduduknya kelaparan.
"Hal itu memang sangat menyakitkan dan saya harap milisi di Yaman berhenti menggunakan situasi kemanusiaan untuk kepentingan mereka untuk menarik simpati dari dunia internasional. Mereka memblokir bantuan kemanusiaan untuk menciptakan kelaparan dan krisis kemanusiaan," paparnya.
Pekan lalu, Reuters melaporkan Arab Saudi dan kelompok pemberontak Houthi telah menggelar pertemuan rahasia untuk mengakhiri perang yang telah terjadi sejak 2015. Hal itu disampaikan oleh sumber dari diplomat dan pejabat politik Yaman.
Namun, Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi justru membantah kabar tersebut. Hadi dan sejumlah pejabat pemerintahan lainnya berada di Riyadh karena tidak bisa kembali ke Yaman.