Kabar2.com, JAKARTA - Proses politik menjelang momen pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018 dan pemanasan pemilihan presiden (Pilpres) serta pemilihan legislatif (Pileg) 2019 ditengarai akan menghambat proses legislasi di DPR.
Hendi Subandi Direktur Eksekutif Institute for Tax Reform and Public Policy mengatakan energi politisi atau anggota parlemen banyak dihabiskan untuk menghadapi momen politik tersebut. Dalam konteks pajak, momen politik ini bisa menghambat pembahasan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Konsekuensinya hal ini akan menghambat proses pembahasan undang-undang," kata Hendi di Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Apalagi perkembangan di DPR, dalam dua kali masa sidang pembahasan revisi Undang-Undang KUP tak pernah menjadi prioritas. Para anggota dewan lebih kepingin menyelesaikan revisi UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kendati sama-sama pentingnya namun UU KUP sangat dinantikan lantaran menjadi tulang punggung reformasi pajak.
Sebelumnya, DPR belum bisa memperkirakan kapan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bakal selesai. Pasalnya, mereka saat ini masih fokus untuk menuntaskan pembahasan revisi Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Johnny G Plate anggota Komisi XI DPR mengatakan, proses pembahasan undang-undang tak bisa dilakukan sembarangan, apalagi menyangkut UU KUP yang memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam reformasi perpajakan.
Baca Juga
"Tidak bisa tergesa-gesa, karena ini menyangkut kepentingan yang lebih luas, ribuan triliun," kata Johnny belum lama ini.
Saat ini DPR sedang dalam masa reses, dalam masa sidang selanjutnya parlemen akan fokus menyelesaikan revisi UU PNBP. Kebijakan untuk mendahulukan RUU PNBP bukanya kebetulan, politisi Partai Nasional Demokrat itu menjelaskan bahwa agenda pembahasan RUU PNBP dilakukan karena selain sudah dibahas lebih awal, undang-undang itu juga sama pentingnya dengan RUU KUP.
"Ini sama pentingnya, ratusan triliun. Jadi harus diselesaikan satu persatu," tukasnya.
Seperti diketahui, RUU KUP adalah salah satu pilar reformasi pajak. Meski sebenarnya mulai dibahas, namun dalam pembahasan terakhir, pembahasan perubahan undang-undang tersebut masih sampai mendangarkan pandangan dari pengamat pajak, akademisi, dan pengusaha serta kunjungan kerja (kunker) ke Australia dan Ekuador.
Padahal peran UU KUP ibarat tulang punggung bagi reformasi pajak, kedudukannya sama halnya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bagi aparat penegak hukum.
Apalagi, perubahan UU KUP kali ini tak sekadar mengubah satu dua pasal, tetapi akan mengubah secara substansial administrasi perpajakan nasional.
Jika menilik dokumen Kementerian Keuangan yang diterima Bisnis, ada empat alasan pemerintah merombak isi UU KUP. Pertama, untuk mewujudkan pemungutan pajak yang berkeadilan dan berkepastian hukum sehingga peran serta masyarakat sebagai pembayar pajak terdistribusikan tanpa ada pembeda.
Kedua, mewujudkan administrasi perpajakan yang mudah efisien, dan cepat. Ketiga, menyesuaikan adiministrasi perpajakan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Sedangkan yang terakhir atau keempat, menurunkan biaya kepatuhan pajak (cost of compliance) dan biaya pemungutan pajak (cost of tax collection).
Untuk mengakomodir kepentingan perubahan tersebut, pemerintah telah merombak sistematika dan tata urutannya. Komposisi perubahan substansinya bahkan lebih dari 50%. Dari jumlah Bab misalnya, UU KUP tahun 1983 hanya terdiri 11 Bab, tahun 2007 11 Bab, sedangkan RUU KUP yang dibahas saat ini berlipat menjadi 23 Bab. Jumlah pasal pun demikian dari 50 pada 1983, tahun 2007 menjadi 70 pasal, RUU KUP berlipat sebanyak 129 pasal.
Perombakan besar dilakukan karena siatematika penyajian Bab dalam RUU KUP existing belum sesuai alur proses bisnis administrasi perpajakan. Selain itu, karena telah berubah sebanyak empat kali, beberapa substansi dalam UU KUP saat ini tak sesuai dengan pengelompokan Bab.
Namun demikian, berbagai perubahan itu bakal terealisasi jika revisi UU tersebut segera dieksekusi. Persoalannya, selain UU KUP, saat ini DPR juga tengah disibukkan dengan revisi Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Revisi UU KUP mau tak mau harus menunggu keputusan DPR terkait pembahasan undang-undang tersebut.