Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jawab Tantangan FBI, Trump Rilis Memo Kontroversial

Memo yang diperdebatkan ini berisikan tudingan bahwa Biro Investigasi Federal (FBI) dan Departemen Kehakiman AS menyalahgunakan kewenangan mereka untuk memata-matai mantan penasihat tim kampanye Presiden Donald Trump, Carter Page.
Presiden Amerka Serikat Donald Trump./Reuters
Presiden Amerka Serikat Donald Trump./Reuters

Kabar24.com, JAKARTA – Kubu Republik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat akhirnya merilis sebuah memo yang telah memicu pergulatan politik pada Jumat (2/2/2018) waktu setempat.

Memo yang diperdebatkan ini berisikan tudingan bahwa Biro Investigasi Federal (FBI) dan Departemen Kehakiman AS menyalahgunakan kewenangan mereka untuk memata-matai mantan penasihat tim kampanye Presiden Donald Trump, Carter Page.

Memo tersebut juga mengkritik informasi yang digunakan oleh petugas penegak hukum dalam permohonan mereka untuk surat perintah penyadapan Page. Memo itu juga berisikan nama sejumlah pejabat senior FBI dan Departemen Kehakiman yang menyetujui surat perintah yang sangat rahasia tersebut.

Tapi memo itu gagal menyediakan materi yang dijanjikan oleh beberapa pejabat Republik, yakni bukti yang terkandung di dalamnya akan meragukan asal usul penyelidikan Rusia serta mungkin melemahkan penyelidikan, yang telah diambil alih oleh penyelidik khusus, Robert S. Mueller III.

Alih-alih, dokumen tersebut mengonfirmasikan bahwa tindakan yang diambil oleh penasihat kebijakan luar negeri Trump sebelumnya, George Papadopoulos, merupakan faktor dalam pembukaan penyelidikan.

Baik FBI dan kubu Demokrat DPR menyatakan memo itu menyesatkan karena mengandung kelalaian dan ketidakakuratan. Memo tersebut tidak memberikan bukti lengkap FBI dan Departemen Kehakiman pernah membuat surat perintah untuk memeriksakan Page.

Jawab Tantangan FBI, Trump Rilis Memo Kontroversial

Garis besar memo tersebut secara rinci dimuat dalam laporan berita beberapa hari belakangan ini. Beberapa rincian dari memo itu secara lengkap menunjukkan serangkaian serangan yang beredar selama berminggu-minggu di media konservatif.

Hal tersebut telah memperkuat sebuah narasi bahwa penyelidikan terhadap keterlibatan Rusia dalam kampanye kepresidenan Trump tahun lalu, adalah upaya tidak sah dari sebuah komplotan antara pejabat senior Departemen Kehakiman dan FBI yang bersikap bias terhadap Presiden Trump dan menyabotasenya.

Salah satu tudingan utamanya berpusat pada penyertaan penyidik dalam aplikasi material FISA (Foreign Intelligence Surveillance Act) untuk bahan dari seorang mantan mata-mata Inggris, Christopher Steele. Steele meneliti kemungkinan hubungan antara campur tangan Rusia dan rekan-rekan Trump dalam pemilu.

Pada Desember 2017, seperti diungkapkan memo Partai Republik, Andrew G. McCabe, yang saat itu menjabat sebagai wakil direktur FBI, mengatakan kepada Komite Intelijen DPR bahwa tidak akan ada upaya pengawasan tanpa informasi dari Steele.

Jawab Tantangan FBI, Trump Rilis Memo Kontroversial

Namun sumber terkait yang mengetahui perihal memo balasan dari kubu Demokrat mengatakan, pihak Republik telah mendistorsi apa yang McCabe katakan kepada komite intelijen tentang pentingnya informasi dari Steele.

McCabe mempresentasikan materi tersebut sebagai bagian dari konstelasi bukti kuat yang menimbulkan kecurigaan serius terhadap Page. Bukti yang dimaksud termasuk kontak yang dilakukan Page pada 2013 dengan seorang petugas intelijen Rusia.

Kontak Page dengan operasi Rusia menyebabkan penyelidikan terhadap Page tahun itu, termasuk penyadapan pada dirinya, menurut sumber terkait lainnya.

Di antara segelintir rincian yang terungkap dalam rilis memo tersebut adalah aplikasi tersebut juga mengutip sebuah artikel pada September 2016 yang dipublikasikan oleh Yahoo News.

Ditulis oleh reporter investigasi veteran Michael Isikoff, artikel itu menyebutkan sumber yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan bahwa penyelidik pemerintah telah meneliti hubungan Page dengan Rusia.

Steele kemudian terungkap menjadi sumber artikel itu. Memo tersebut menunjukkan bahwa tindakan petugas penegak hukum memasukkannya ke dalam aplikasi surat perintah mereka, berarti sumber yang sama digunakan dua kali namun disajikan sebagai sumber terpisah.

“Artikel ini tidak menguatkan berkas Steele karena berasal dari informasi yang dibocorkan oleh Steele sendiri ke Yahoo News,” tulis memo tersebut, seperti dikutip New York Times.

Perseteruan yang berlangsung lama antara Presiden Donald Trump dengan Departemen Kehakiman AS meletus menjadi konflik terbuka pada Rabu (31/1), saat FBI secara terbuka menantang Trump untuk merilis memo rahasia yang diperdebatkan berkaitan dengan penyelidikan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden 2016.

Jawab Tantangan FBI, Trump Rilis Memo Kontroversial

Dalam sebuah pernyataan, FBI mengungkapkan 'keprihatinan serius' dan keraguan terhadap keakuratan memo setebal empat halaman yang ditulis oleh Badan Intelijen Pusat rahasia. Menurut pihak gedung putih, memo tersebut berisi tuduhan bahwa Departemen Kehakiman cenderung anti terhadap Presiden Trump.

Tak lama setelahnya, seorang pejabat pemerintahan Trump mengatakan bahwa memo tersebut kemungkinan akan dirilis pada hari Kamis (1/2).

Memo tersebut seakan menjadi ‘penangkal petir’ dalam perselisihan atas penyelidikan dugaan campur tangan Rusia pada pemilihan presiden AS tahun 2016 dan kemungkinan kolusi oleh tim kampanye Trump, yang dibantah oleh Rusia dan Trump.

Pejabat Departemen Kehakiman juga mengatakan bahwa perilisan memo tersebut dapat membahayakan informasi rahasia. Devin Nunes, ketua komite intelijen dari partai Republik, menolak keberatan FBI dan Departemen Kehakiman terhadap perilisan dokumen tersebut.

Partai Republik, yang mencegah upaya untuk merilis sebuah memo balasan oleh Demokrat, mengatakan bahwa dokumen mereka membuktikan adanya bias anti Trump oleh FBI dan Departemen Kehakiman dalam meminta surat perintah operasi penyadapan.

Sementara itu, Partai Demokrat mengatakan memo tersebut secara selektif menggunakan hal-hal yang sangat rahasia untuk mendiskreditkan Penasihat Khusus Robert Mueller, yang memimpin penyelidikan Departemen Kehakiman, dan Wakil Jaksa Agung AS Rod Rosenstein, yang mempekerjakannya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper