Kabar24.com, JAKARTA – Sekretaris daerah merupakan jabatan aparatur sipil negara, ASN, level tertinggi di sebuah pemerintahan kabupaten/kota maupun provinsi.
Untuk tingkat pemprov, sekda diklasifikasikan sebagai pimpinan tinggi madya (eselon 1) atau setara dengan jabatan direktur jenderal instansi pemerintah pusat.
Secara struktural, posisi sekda hanya di bawah gubernur dan wakil gubernur.
Karena posisi strategis itu, sekda tak jarang menjadi magnet partai politik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebagian tetap bertahan, tetapi tak sedikit pula sekda yang tergoda.
Sejak pilkada langsung digelar pada 2005, tercatat sejumlah mantan sekda berhasil melenggang sebagai wakil gubernur maupun gubernur. Mereka antara lain mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Gubernur Maluku Said Assagaff.
Kesadaran politik para sekda membuat Kementerian Dalam Negeri kerap ragu mengangkat mereka sebagai pelaksana tugas (plt) atau penjabat (pj) gubernur di daerah yang menggelar pilkada.
Baca Juga
Isyarat itu diucapkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ketika dalam minggu ini muncul polemik ihwal usulan perwira tinggi Polri sebagai penjabat gubernur.
Sekda dikhawatirkan tidak netral karena rentan dipengaruhi oleh petahana. Di sisi lain, mereka sebenarnya paling memahami dinamika daerah ketimbang pejabat eselon 1 pemerintah pusat, apalagi pati Polri.
“Kenapa tidak sekda saja sebagai plt gubernur, kalau mengangkat sekda itu dibenarkan secara aturan?” kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno, pekan lalu.
Benar atau tidak asumsi yang berseliweran itu masih perlu pembuktian. Andaipun kebijakan Kemendagri nantinya memprioritaskan sekda, faktanya adalah beberapa sekda aktif lebih dulu meninggalkan jabatan itu karena ikut berlaga dalam pilkada 2018.
Mereka telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat provinsi dan menunggu penetapan pada 12 Februari.
Berikut daftar nama sekda maupun mantan sekda yang menjadi bakal calon gubernur/wakil gubernur.
ARINAL DJUNAIDI (CALON GUBERNUR LAMPUNG)
Arinal merupakan Sekda Lampung 2014-2015. Pria kelahiran Tanjung Karang, 17 Juni 1956, ini lulus dari Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 1981. Dia lalu merintis karir di Dinas Pertanian Provinsi Lampung dan Pemerintah Kota Metro.
Pada 2005, Arinal ditunjuk sebagai Kepala Dinas Kehutanan Lampung. Lima tahun dia menduduki jabatan itu sampai dimutasi ke posisi Asisten Pembangunan Sekretariat Daerah Lampung. Itulah jabatan terakhir Arinal sebelum terpilih sebagai Sekda Lampung.
Setelah pensiun dari ASN, Arinal menjajaki dunia politik dengan langsung menjadi Ketua DPD I Golkar Lampung. Di Pilgub Lampung 2018, dia menggandeng politisi Partai Kebangkitan Bangsa Chusnunia Chalim sebagai bakal calon wagub.
Arinal akan berhadapan mantan bosnya, petahana Ridho Ficardo-Bachtiar Basri.
SUTONO (CALON WAKIL GUBERNUR LAMPUNG)
Bila Arinal sudah pensiun, lain halnya dengan Sutono yang kini masih menjabat Sekda Lampung. Seyogyanya, Sutono baru purnatugas pada 28 Juli 2018 atau tepat ketika usianya 60 tahun. Namun, alumnus Insitut Pertanian Bogor ini mengundurkan diri lebih cepat karena menerima pinangan Wali Kota Bandar Lampung Herman Hasanusi sebagai bakal cawagub Lampung yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Karir birokrasi Sutono sebagian besar dihabiskan di Pemprov Lampung. Sebelum ditunjuk sebagai Sekda pada 2017, bapak dua putra ini merupakan Kepala Dinas Kehutanan.
KARTIUS (CALON GUBERNUR KALIMANTAN BARAT)
Kartius lahir di Landak pada 23 Maret 1958. Jejak karir sarjana hukum lulusan Universitas Tanjungpura ini terekam di Pemkab Pontianak, Pemkab Sanggau, dan Pemprov Kalbar. Dari 1996 sampai 2011 dia berada di Sekretariat Daerah Pemprov Kalbar.
Ketika menjadi Asisten Administrasi Umum Setda, Kartius sempat sebentar ditunjuk sebagai Pelaksana Harian Sekda oleh Gubernur Kalbar Cornelis. Namun, sang bos tidak memilihnya sebagai pejabat definitif. Kartius pun lantas dimutasi sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata.
Di Pilgub Kalbar 2018, Kartius menggandeng seorang pengusaha, Pensong. Pasangan ini maju dari jalur independen.
RUSMADI (CALON GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR)
Jenjang kepegawaian Rusmadi agak berbeda dengan para sekda lain. Bukan dari jalur birokrasi, tetapi pria kelahiran Samarinda, 30 Oktober 1962, ini memulai karir sebagai akademisi.
Rusmadi diangkat sebagai tenaga pegajar Universitas Mulawarman, Samarinda, setelah lulus dari kampus tersebut pada 1986. Sampailah pada 2009 ketika dia loncat menjadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltim. Jabatan itu digenggam Rusmadi sampai 2016, ketika Gubernur Kaltim Awang Faroek menunjuknya sebagai Sekda Kaltim.
Walaupun pensiun 4 tahun lagi, Rusmadi harus lebih cepat meninggalkan jabatan tersebut. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Hanura menjodohkan dia dengan mantan Kapolda Kaltim Safaruddin untuk berlaga dalam pilkada 2018.
LUKMAN ABUNAWAS (CALON WAKIL GUBERNUR SULAWESI TENGGARA)
Lukman lahir di Kendari pada 11 September 1958. Di kota itu, dia menempuh pendidikan sarjana di dua tempat, Universitas Halu Oleo dan Universitas Sulawesi Tenggara. Selanjutnya, dia menjadi abdi negara Pemkab Konawe hingga menjadi bupati daerah tersebut selama 2003-2013.
Saat itu, ASN belum diwajibkan mengajukan pensiun dini tatkala mengikuti kontestasi kepala daerah. Selepas jabatan bupati habis, Lukman pun kembali berkiprah sebagai administratur Pemprov Sultra sampai diangkat sebagai Sekda Sultra pada 2014. Di tataran nasional, Lukman masih Ketua Eksekutif Asosiasi Sekda Provinsi Seluruh Indonesia 2014-2018.
Di Pilgub Sultra 2018, Lukman digandeng Gubernur Sultra periode 2003-2008, Ali Mazi, sebagai bakal cawagub. Keduanya diusung Partai Golkar dan Partai NasDem. Lukman pun telah mengajukan surat pengunduran diri demi mengikuti pilkada.
MADJID HUSEN (CALON WAKIL GUBERNUR MALUKU UTARA)
Di Pilgub Malut 2018, Madjid Husen berpasangan dengan Muhammad Kasuba. Seperti halnya Arinal Junaidi di Lampung, Madjid telah pensiun dari ASN dengan posisi terakhir Sekda Malut periode 2012-2015.
Pria kelahiran Ternate, 29 November 1955, ini menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja di kota itu, lalu merantau ke Manado untuk kuliah di Universitas Sam Ratulangi. Setelah lulus pada 1983, Madjid pulang kampung dan mengabdi sebagai ASN Pemkab Halmahera Tengah sampai menapaki puncak karir di Pemprov Malut.
Selepas pensiun, Madjid banting setir menjadi politisi. Saat ini, dia dipercaya sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Malut. Partainya berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra.
SAID ASSAGAFF (CALON GUBERNUR MALUKU)
Said Assagaff adalah contoh sukses keberhasilan seorang bekas sekda mengarungi dunia politik. Pada 2003, dia ditunjuk sebagai Sekda Maluku. Cukup 5 tahun di posisi itu, Assagaff dipinang Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu sebagai tandemnya dalam Pilgub Maluku 2008.
Pasangan tersebut berhasil memenangkan kontestasi. Saat bosnya tidak dapat mencalonkan diri sebagai gubernur lagi, Assagaff maju Pilgub Maluku 2013. Ketika itu, alumnus Universitas Hasanuddin tersebut sudah menjadi politisi Partai Golkar.
Lewat Pilgub Maluku 2018, pria Ambon ini berkesempatan melanjutkan masa jabatan gubernur periode kedua. Dia menggandeng Bupati Maluku Tenggara Anderias Rentanubun dengan tiket pencalonan Golkar, PKS, dan Partai Demokrat.