Kabar24.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang memastikan tidak akan ada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) karena tidak ada alasan untuk mengganti dirinya sebagai pemimpin partai.
Menurutnya, kalau ada pihak yang ingin mengganti dirinya sebagai ketua umum maka seharusnya dilakukan secara konstitusional.
Dia mengatakan cara-cara meminta Dewan Pimpinan Daerah (DPD) untuk meminta dukungan agar dilakukan munaslub merupakan cara-cara yang tidak boleh dilakukan.
“Munaslub apa itu, munaslub gelap. Kalau mau besarkan partai, panggil saja saya, dan minta baik-baik untuk mundur,” ujarnya.
Dia mengaku kader partai seharusnya bisa berkomunikasi dengan pimpinannya dan dengan Dewan Pertimbangan Partai secara baik-baik.
Ketika ditanya apakah benar pendiri partai Jenderal (Purn) Wiranto akan mengambil kembali kepemimpinan di tubuh partai itu, lebih jauh OSO mempersilahkannya.
Menurutnya, malah lebih baik kalau Wiranto yang mengambilnya dengan harapan partai akan lebih bagus.
Selain itu dengan kembali menjadi Ketua Umum Hanura Wiranto bisa menjadi calon presiden mendatang.
“Kalau mereka akan dukung Wiranto kembali bagus, tapi lakukan secara konstitusional. Minta saja saya kasih kok. Mudah mudahan kalau Pak Wiranto [yang pimpin] Hanura lebih maju lebih baik dan bisa kita dukung jadi calon presiden,” ujarnya didampingi Sekjen Partai Hanura Herry Lontung Siregar dalam satu acara silaturahim dengan wartawan, Selasa (16/1/2018).
Herry merupakan pejabat yang menggantikan Syarifuddin Sudding sebagai Sekjen yang telah dipecatnya.
Acara itu juga merupakan bagian dari evaluasi kinerja tahun 2017 demi kebaikan Partai Hanura di masa datang.
Pada bagian lain OSO juga membantah telah menciptakan kepemimpinan ganda ditingkat DPD. Menurutnya, justru kalau ada dua kepmimpunan maka yang satunya diberhentikan agar tak ada pengurus ganda, ujarnya.
“Seseorang jangan diganti ganti lagi kalau diganti pasti ada masalah,” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa soal mahar politik tidak ada yang salah kalau sifatnya sumbangan. Hal yang tidak boleh, ujarnya, adalah memaksa orang untuk memberikan sumbangan.
“Partai itu boleh menerima sumbangan yang tidak mengikat, tapi juga tak boleh memaksa orang,” ujarnya.
Menurutnya, siapa saja boleh menyumbang baik disebut mahar, uang lelah maupun uang promosi. Akan tetapi, yang tidak boleh adalah memaksa apalagi menetapkan angka di luar kemampuan penyumbang.