Kabar24.com, JAKARTA - Penasihat hukum Setya Novanto mempertanyakan kalkulasi kerugian negara yang dinilainya janggal dalam dakwaan terhadap Ketua DPR nonaktif tersebut.
Dalam sidang lanjutan korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (20/12/2017), tim pengacara yang dipimpin Maqdir Ismail membacakan nota eksepsi. Mereka menolak dakwaan penuntut umum bahwa Novanto menerima uang sebesar US$7,3 juta dan dua buah arloji seharga US$135.000.
Mereka juga menilai bahwa penuntut umum tidak cermat dalam melakukan perhitungan kerugian negara. Pasalnya, jika Setya Novanto didakwa menerima uang jutaan dolar AS tersebut maka tentunya jumlah kerugian negara melebihi Rp2,3 triliun.
Namun, dalam dakwaan, nilai kerugian negara tersebut tidak berubah, sama seperti dalam dakwaan terhadap Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus, para tersangka lain dalam rangkaian korupsi ini.
Dalam dakwaan terhadap ketiga tersangka tersebut, penuntut umum memang tidak menguraikan perbuatan korupsi yang dilakukan oleh mereka telah menguntungkan Setya Novanto. Penuntut umum hanya mengurai beberapa peran politisi tersebut dalam mengatur penganggaranan serta alokasi dana proyek.
Dalam eksepsi itu, tim pengacara juga menyinggung perihal beberapa nama politisi yang tidak disebut dalam dakwaan terhadap Setya Novanto. Padahal dalam dua perkara yang lain, nama-nama seperti Ganjar Pranowo, Olly Dondokambey serta Yasonna Laoly disebut turut menerima aliran dana haram tersebut.
Baca Juga
Olly yang saat ini menjabat Gubernur Sulawesi Utara dikatakan menerima US$ 1,2 juta, Yasonna mendapatkan US$84.000, sementara Ganjar Pranowo disebut mendapatkan uang sebesar US$520.000.
Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri serta Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, korporasi merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan KTP elektronik Rp5,9 triliun.
KPK menjerat Setya Novanto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU No.31/1999 sebagaimana telah diperbaharui dalam UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.